info terkini

loading...

CACINGAN, PENGENDALIAN DAN PENGOBATANNYA




Penyakit cacing atau helminthiasis terkadang masih kurang diperhatikan karena tidak menimbulkan kematian yang mendadak dan tinggi sepertinya halnya penyakit viral (misal ND atau Al). Padahal penyakit ini mampu menimbulkan kerugian cukup besar. Waktu serangannya sulit diketahui, tiba-tiba saja produktifitas ayam menurun.
Cacing yang sering menyerang ayam secara umum ada dua, yaitu :

1. Cacing gilik (Ascaridia sp., Heterakis sallinae, Syngamus trachea, Oxyspirura mansonii);

2. Cacing pita (Raillietinasp., Davainea sp.).
Cacing biasanya meng-“infestasi” (dalam dunia parasit, istilahnya infestasi, bukan infeksi) ke dalam tubuh ayam melalui beberapa cara, diantaranya :

1. Melalui telur cacing atau larva cacing yang termakan oleh ayam;

2. Memakan induk semang antara (siput, kumbang, semut dll) yang mengandung telur atau larva cacing;
3. Telur atau larva cacing yang terbawa oleh petugas kandang melalui sepatu, pakaian kandangnya; atau
4. Terbawa terbang oleh induk semang antara (lalat);
5. Bisa karena ransum atau air minum yang tercemar telur cacing.
Telur cacing yang keluar bersama feses berkembang menjadi stadium infektif kemudian termakan induk semang antara atau langsung masuk tubuh ayam yang kemudian akan menuju ke tempat yang disukainya (tembolok, usus, sekum atau organ lain) untuk berkembang sampai dewasa.

Pengendalian Cacingan
Pengendalian penyakit cacingan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan hasil peternakan yang optimal. Cara yang dilakukan agar peternakan terhindar dari penyakit cacingan adalah dengan dilakukannya pencegahan yaitu :

1. Pemberian obat cacing.
Pengobatan akan sia-sia jika penyakit cacingan sudah parah. Sebaiknya dilakukan pengobatan secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing. Seperti cacing Nematoda dengan siklus hidup kurang lebih satu setengah bulan, maka diberikan pengobatan dua bulan sekali, begitu juga dengan Cestoda. Pemberian obat cacing pada ayam layer sebaiknya diberikan pada umur 8 minggu dan diulang sebelum ayam naik ke kandang baterai. Sedangkan pada ayam broiler jarang diberikan anthelmintika karena masa hidupnya pendek.

2. Melakukan sanitasi kandang dan peralatan peternakan meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan serta memotong rumput di sekitar area peternakan.
3. Mengurangi kepadatan kandang, karena dapat memberi peluang yang tinggi bagi infestasi cacing.
4. Pemberian ransum dengan kandungan mineral dan protein yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh tetap baik.
5. Mencegah kandang becek, seperti menjaga “litter” tetap kering, tidak menggumpal dan tidak lembab.
6. Peternakan dikelola dengan baik seperti mengatur jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, ventilasi kandang cukup dan dilakukan sistem “all in all out”.
Obat Anti Cacing (Anthelmintik)
Selain pencegahan juga harus dilakukan pengobatan pada peternakan ayam yang telah terserang cacingan. Pengobatan sebaiknya dilakukan secara serempak dalam satu lokasi kandang atau flok yang terserang cacingan dengan anthelmintika yang sesuai. Anthelmintika merupakan obat untuk menghilangkan atau mengeliminasi parasit cacing dari tubuh ayam (endo-parasit).
Obat cacing (anthelmintika) merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing sehingga dikeluarkan dari saluran pencernaan, jaringan atau organ tempat cacing berada dalam tubuh hewan.
Secara garis besar, cara kerja obat cacing ada 2, yaitu :

1) mempengaruhi syaraf otot cacing, dan
2) mengganggu proses pembentukan energi.

Cara kerja yang pertama akan mengakibatkan cacing lumpuh sehingga dengan mudah dikeluarkan dari tubuh ternak bersama dengan feses. Sedangkan cara kerja kedua menyebabkan cacing kehilangan energi dan akhirnya mati.
Jenis Obat Cacing
Berdasarkan cara kerjanya, obat cacing dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu :

1) Benzimidazol (albendazol, fenbendazol, flubendazol, thiabendazol);

2) Imidathiazol (levamisol) dan tetrahydropyrimidine (pyrantel);
3) Avermectin (ivermectin) dan milbemycin (moxidectin);
4) Salicylanilide (niclosamid) dan nitrophenol;
5) Diclorvos dan trichlorphon.

* Piperazin dikelompokkan tersendiri karena cara kerjanya berbeda.

Kriteria obat cacing ideal antara lain :

1) Efektif, yaitu berspektrum luas dan aktif untuk semua fase hidup cacing, termasuk cacing dalam jaringan maupun saluran cerna;

2) Aman, yaitu mempunyai indeks terapi yang lebar;
3) Tidak menimbulkan residu di jaringan dan atau withdrawal time (waktu henti obat agar unggas/ternak aman untuk dikonsumsi) yang pendek;
4) Tidak berinteraksi dengan obat atau racun lain di lingkungan;
5) Tidak toksik terhadap ternak yang masih muda;
6) Efisien, yaitu cukup satu kali pemberian untuk meminimalkan biaya dan stres penanganan ternak;
7) Murah.
Obat anti cacing yang benar-benar ideal mungkin sulit ditemukan. Keunggulan dan keterbatasan obat anti cacing yang banyak beredar di pasaran antara lain :
1. Piperazin

Piperazin merupakan obat cacing yang paling sering digunakan oleh peternak. Piperazin sangat efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik yang ada di saluran cerna seperti Ascaridia pada ayam, ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), babi maupun kuda. Piperazin biasanya dikombinasikan dengan phenotiazine agar efektifitas-nya terhadap cacing sekum meningkat.
Kelarutan piperazin sangat baik dalam air sehingga dapat diberikan melalui air minum maupun dicampur dengan ransum. Keunggulan piperazin yaitu memiliki rentang keamanan yang luas. Namun, piperazin kurang efektif untuk membasmi Heterakis gallinae (cacing sekum), cacing cambuk dan cacing pita.

2. Phenotiazin

Phenotiazin sangat efektif mengatasi cacing sekum (Heterakis gallinae) dan Ascaridia sp. pada unggas, tetapi phenotiazin tidak efektif untuk membasmi cacing pita. Walaupun mekanisme kerja obat ini belum diketahui dengan pasti tetapi dari segi keamanan phenotiazin praktis tidak toksik untuk unggas.

3. Levamisol

Levamisol termasuk golongan Imidathiazole yang efektif membasmi cacing gilik dewasa hingga bentuk larvanya. Levamisol juga sangat efektif membasmi cacing gilik yang ada di jaringan dan organ tubuh (Syngamus trachea pada trakea, Oxyspirura mansonii pada mata) karena levamisol dengan cepat diserap dan didistribusikan ke jaringan atau organ. Saat kondisi sistem imun rendah, Levamisol dapat membantu meningkatkan sistem imun tubuh host (inang)-nya dengan cara meningkatkan aktifitas makrofag.

Dibandingkan dengan Benzimidazol, Levamisol mempunyai rentang keamanan yang lebih sempit. Walaupun demikian pada dosis terapi terbukti tidak menimbulkan efek samping terhadap produksi telur, fertilitas mau pun daya tetas.
4. Ivermectin

Ivermectin lebih banyak digunakan pada hewan besar atau hewan kesayangan (per animal) karena obat ini termasuk obat yang mahal. Keunggulan ivermectin adalah selain efektif mengatasi infestasi cacing gilik juga efektif mengatasi ekto-parasit (kutu, tungau, caplak, larva serangga). Selain itu, Ivermectin mampu membasmi bentuk cacing yang belum dewasa.

5. Niclosamid

Niclosamid termasuk golongan Salicylanilida yang secara spesifik efektif untuk mengatasi infeksi cacing pita. Niclosamid diaplikasikan melalui ransum karena tidak larut air. Niclosamid tidak diserap dalam usus sehingga mempunyai batas keamanan yang luas. Hasil penelitian menunjukkan pemberian Niclosamid 40 kali dosis terapi pada sapi dan domba tidak bersifat toksik. Pada masa kini, sejak 2010, sudah ada preparat Niclosamide dalam sediaan cair (larut dalam air).

6. Albendazol

Albendazol termasuk golongan benzimidazol yang mempunyai kelarutan terbatas dalam air. Umumnya digunakan pada hewan besar dalam bentuk kaplet atau suspensi dengan cara dicekok. Albendazol efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik pada saluran pencernaan, cacing pita, cacing paru dewasa dan larvanya (Dictyocaulus) dan cacing dewasa Fascioia gigantica. Mekanisme kerjanya adalah mengganggu metabolisme energi dengan menjadi inhibitor fumarat reduktase. Ketidak-tersediaan energi menyebabkan cacing mati. Golongan Benzimidazol sebaiknya tidak digunakan saat masa kebuntingan awal.

Teknik Pengobatan
Teknik pengobatan harus dilakukan dengan tepat sehingga efektivitas pengobatan optimal.
1. Pemilihan obat yang tepat

Obat cacing dikatakan efektif jika mempunyai spektrum kerja terhadap cacing tersebut. Pemilihan obat cacing didasarkan pada hasil diagnosa jenis cacing yang menginfestasi. Spektrum kerja obat cacing dapat dilihat pada tabel.
Obat yang cocok untuk mengatasi cacing gilik di saluran cerna (Ascaridia galli, Heterakis gallinae, Capillaria sp.,) antara lain Piperazin, Levamisol, dan Phenotiazin, Ivermectin atau Benzimidazol/Albendazole. Guna mengatasi cacing gilik yang ada di jaringan atau organ lain (Syngamus trachea, Oxyspirura mansonii) berikan Levamisol. Sedangkan infeksi cacing pita (Raillietina sp., Davainea sp.) gunakan Niclosamid atau Albendazol.

2. Dosis tepat

Tidak seperti antibiotik, umumnya anthelmintik diberikan dengan dosis tunggal (satu kali pemberian) dan bukan dengan dosis terbagi. Jika obat yang seharusnya diberikan sebagai dosis tunggal, tetapi diberikan dalam dosis terbagi misalkan terbagi dalam waktu satu hari, maka dapat menyebabkan jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh ayam menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

3. Cara pemberian tepat

Tepat dosis juga berkaitan dengan cara atau periode pemberian obat. Jika pemberiannya salah maka dosis pun menjadi tidak tepat. Pemberian obat dengan bentuk kapsul, kaplet atau injeksi tidak menjadi masalah karena bisa langsung dicekokkan atau disuntikkan dengan satu kali pemberian. Namun, jika dilakukan melalui air minum atau ransum dosis obat dan jumlah konsumsinya harus diperhatikan sehingga dosis yang masuk dalam tubuh ayam tepat.
Dosis pemberian obat sebaiknya sesuai dengan yang tertera dalam etiket atau leaflet. Dosis yang tertulis pada etiket dan leaflet obat anti cacing sebelumnya sudah dihitung berdasarkan berat badan yang kemudian dikonversikan dalam kebutuhan air minum atau ransum yang dikonsumsi dalam waktu 2 hingga 4 jam.
Cara pencampuran obat ke dalam air minum atau ransum juga perlu diperhatikan. Obat cacing yang bersifat larut air (piperazin, levamisol) biasanya lebih direkomendasikan diberikan melalui air minum, walaupun tidak menutup kemungkinan bisa diberikan melalui ransum. Pastikan obat larut semua dalam air minum dan tidak ada serbuk obat yang tersisa.
Obat cacing yang tidak larut air (contohnya Niclosamid, Albendazol) diberikan melalui ransum. Pencampuran obat dan ransum sebaiknya dilakukan secara bertahap. Campur dahulu obat dengan sebagian kecil ransum, aduk hingga homogen dan kemudian tambahkan sedikit demi sedikit sisa ransum sambil diaduk hingga obat dan ransum tercampur secara homogen.

Beberapa etiket produk biasanya tertulis ayam dipuasakan terlebih dahulu. Hal itu tidak menjadi suatu keharusan. Tujuan dari puasa tersebut adalah agar obat yang diberikan terkonsumsi habis oleh ayam dan waktu kontak antara obat dengan cacing di dalam saluran cerna semakin lama sehingga pengobatan menjadi lebih efektif.
4. Pengulangan pemberian obat cacing

Pengobatan infeksi cacing memerlukan proses pengulangan. Pengulangan ini bertujuan membasmi cacing secara total karena secara umum obat cacing tidak bisa membasmi semua fase hidup cacing (telur, larva dan cacing dewasa).
Pengulangan tersebut disesuaikan dengan siklus hidup cacing dan kondisi kandang. Cacing gilik mempunyai siklus hidup 1-2 bulan sedangkan cacing pita sekitar 1 bulan sehingga pemberian obat cacing pertama kali disarankan saat berumur 4 minggu. Jika ayam dipelihara pada kandang postal, pemberian obat cacing perlu diulang setelah 4 - 8 minggu sedangkan jika dipelihara di kandang baterai, pengulangan 12 minggu kemudian karena ayam tidak kontak dengan litter.

Setelah periode pengulangan tersebut, bukan berarti obat cacing harus terus menerus diberikan pada bulan-bulan berikutnya. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses secara rutin sehingga adanya telur cacing dalam feses dapat terdeteksi sejak dini. Hal ini dapat dijadikan dasar perlu atau tidak pemberian obat anti cacing.
5. Kombinasi obat

Pemberian obat cacing kadang-kadang bersamaan dengan antibiotik jika ada infeksi sekunder oleh bakteri. Hal ini tidak masalah jika tidak ada interaksi yang merugikan (baik secara fisika-kimia maupun secara farmakologi) antara kedua bahan yang dikombinasikan. Jika kombinasi tersebut ternyata menimbulkan interaksi yang merugikan, pilih antibiotik lain atau antibiotik diberikan 1 hari setelah pemberian obat anti cacing.

Dari segi farmakologi, pemberian obat anti cacing bersamaan dengan vitamin umumnya tidak terjadi interaksi yang merugikan sehingga bisa dilakukan setiap saat. Pemberian obat anti cacing juga bisa bersamaan dengan vaksinasi. Pada dasarnya obat anti cacing tidak menimbulkan interaksi dengan vaksin terutama jika pemberian obat cacing diberikan melalui oral (air minum/ransum/cekok) dan vaksinnya diberikan melalui injeksi. Namun yang perlu diperhatikan ialah jika vaksin diberikan melalui air minum, maka jangan mencampurkan obat dan vaksin dalam air minum yang sama. Tujuannya untuk mencegah terganggunya stabilitas vaksin oleh obat yang ada dalam air minum tersebut.
6. Faktor lain yang perlu diperhatikan
Pengobatan cacing menyebabkan cacing dan telur cacing dalam jumlah besar akan dikeluarkan bersama feses. Jika lingkungan sekitar mendukung, maka telur tersebut akan berubah menjadi bentuk infektif sehingga dapat kembali menginfeksi ayam. Untuk itu, selama pengobatan sebaiknya memperhatikan meminimalkan kontak ayam dengan feses yang mengandung telur cacing atau ayam dipelihara dalam kandang panggung atau baterai. Bersihkan kandang dan cegah “litter” jangan lembab. Selain itu, basmi inang antara seperti semut, lalat dan siput dengan insektisida. Namun, jangan sampai insektisida mengenai ransum, air minum atau ternaknya.
7. Resistensi obat cacing
Resistensi tidak hanya terjadi pada mikrobia terhadap antibiotik saja, tetapi cacing juga bisa menjadi resisten terhadap anthelmintik. Hingga saat ini resistensi cacing yang pernah dilaporkan terjadi antara lain Oesophagostomum spp yang menginfeksi babi resisten terhadap Pyrantel dan Levamisol atau Cyathostomes pada kuda resisten terhadap Benzimidazol. Kasus resistensi tersebut kemungkinan besar karena penggunaan obat cacing yang terlalu sering dalam satu tahun (5-12 kali). Meskipun penelitian tentang resistensi cacing pada ayam belum ada, tetapi mulai saat ini kita harus melakukan pencegahan jangan sampai resistensi tersebut terjadi.

Resistensi cacing terhadap obat dapat ditekan dengan cara:
a. Perbaikan tata laksana pemeliharaan sehingga perkembangbiakan cacing dapat ditekan.

b. Lakukan pemeriksaan feses secara berkala sebagai acuan perlu tidaknya ayam diberikan obat cacing. Patokan umum, bila ditemukan ada telur cacing atau cacing dari ayam sebanyak 5 - 10%, wajib dilakukan pengobatan;
c. Berikan obat anti cacing sesuai dengan dosis yang direkomendasikan, jangan berlebih maupun kurang;
d. Rotasi atau penggantian jenis obat anti cacing yang digunakan setiap 1-2 tahun.
Namun kendalanya jenis obat cacing dari golongan yang berbeda sangat terbatas. Contoh rotasi anthelmintik ialah piperazin dengan levamisol yang sama-sama efektif mengatasi infeksi cacing gilik;
e. Perhatikan kondisi lingkungan kandang terutama jika lantai lembab, mengingat bentuk telur dan larva cacing bisa saja masih berada di sekitar kandang;
f. Perlu pendataan jenis obat cacing yang digunakan selama masa pemeliharaan ayam dan memonitor efektifitas pengobatannya.
Meski penyakit cacingan tidak ganas namun perlu diwaspadai dan dikendalikan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan kombinasi antara pengobatan cacing secara rutin dan pencegahan dengan dilakukannya tatalaksana kandang dan lingkungan sekitar kandang dengan baik.



0 komentar:

INFO

loading...