info terkini

loading...

Bagaimana Cara Mengatasi Hidrops Ascites Pada Ayam di daerah dingin?


 Pertanyaan Bapak Dian

Faktor apa saja yang memicu kejadian hidrops ascites pada ayam dan bagaimana cara mengatasinya terutama di daerah dingin?

Jawab:
Hidrops ascites atau yang lebih dikenal dengan penyakit “perut kembung” adalah suatu kondisi yang ditandai dengan pengumpulan cairan pada rongga perut.

Kasus hidrops ascites pada ayam disebabkan oleh kurangnya kapasitas paru-paru dalam menyediakan oksigen. Hal ini dipicu oleh keadaan yang menyebabkan kenaikan kerja jantung dan paru-paru seperti hipoksia (kekurangan oksigen), hipoproteinemia (rendahnya kandungan protein plasma), malnutrisi (kesalahan dalam pemberian ransum), keracunan dan penyakit pada saluran pernapasan.
 Hipoksia
Hipoksia pada ayam dapat disebabkan oleh manajemen kandang yang kurang baik, seperti ventilasi yang buruk, debu, amonia, kelembaban yang tinggi dan suhu yang dingin. Faktor-faktor tersebut dapat menurunkan kadar O2 atau meningkatkan kadar CO2 di dalam udara yang akhirnya menyebabkan ayam hipoksia dan secara tidak langsung memicu terjadinya hidrops ascites.
 Hipoproteinemia
Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kandungan protein plasma, gangguan fungsi ginjal dan hati serta gangguan alat pencernaan usus dalam penyerapan nutrisi ransum. Pada saat kondisi hipoproteinemia, cairan atau plasma darah akan merembes keluar dari pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di rongga perut.
 Malnutrisi
Hidrops ascites dapat dipicu oleh kesalahan dalam pemberian ransum. Ransum yang dimaksud adalah ransum yang memiliki kandungan vitamin E dan mineral (selenium, fosfor dan mangan) yang terlalu rendah, kadar garam yang terlalu tinggi dan protein yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan cairan di dalam sel, sehingga menjadi lebih mudah keluar dari sel dan tertimbun di suatu tempat atau rongga tubuh.
 Keracunan
Keracunan pada ayam dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan (golongan sulfonamida, nitrofuran, furazolidon, cresol, dan insektisida) dengan dosis yang berlebihan, kualitas tepung ikan yang buruk dan ransum yang terkontaminasi oleh toksin jamur. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, ginjal dan usus sehingga terjadi kondisi hipoproteinemia yang menyebabkan hidrops ascites.
 Penyakit pada saluran pernapasan
Penyumbatan sebagian saluran pernapasan terutama saluran udara yang lebih kecil (broncheolus), yang disebabkan oleh agen infeksius, selain dapat menurunkan ketersediaan O2 juga dapat menyebabkan kerja jantung dan paru-paru terganggu. Hal ini menjadi pemicu terjadinya hidrops ascites.

Ayam yang mengalami hidrops ascites sangat sulit disembuhkan atau tidak dapat diobati. Namun, kejadiannya dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal berikut:
  • Untuk daerah dingin, perlu dilakukan perlakuan khusus dengan menghidupkan pemanas IGM terutama saat suhu terlalu rendah. Pada saat hujan, tirai kandang harus segera ditutup untuk mencegah suhu yang lebih rendah.
  • Terapkan tata laksana pemeliharaan yang baik, seperti ventilasi kandang harus cukup, populasi ayam tidak boleh terlalu padat, kurangi debu dan kadar amonia kandang sehingga kebutuhan udara segar dengan kandungan oksigen yang cukup dapat terpenuhi dengan baik. Pastikan angin tidak langsung mengenai tubuh ayam dengan cara mengatur buka tutup tirai kandang.
  • Perhatikan kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan, terutama kandungan protein kasar dan kadar garam. Ransum yang telah menggumpal, tengik dan tercemar jamur sebaiknya tidak diberikan. Perhatikan juga kualitas air minum.
  • Lakukan seleksi anak ayam mulai saat chick in.
  • Cegah dan segera lakukan penanganan dan pengobatan pada ayam yang terserang penyakit pernapasan, seperti ND, IB, CRD atau colibacillosis. Penyakit bakterial (CRD dan colibacillosis) bisa diatasi dengan pemberian Tycotil, Proxan-S, Ampicol, Doxytin, Doxyvet, Coliquin, Neo Meditril atau Respiratrek (pilih salah satu). Sedangkan pencegahan penyakit viral, seperti ND dan IB dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi secara teratur.
  • Berikan Fortevit atau Vita Stress untuk menjaga agar kondisi tubuh ayam tetap optimal.


Info Medion Edisi Agustus 2013
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

Mengapa Hidung Berlendir pada ayam layer umur 6 minggu?


Pertanyaan Bapak Tommy
Mengapa selalu muncul gejala klinis hidung berlendir pada ayam layer umur 6 minggu? Apakah hal tersebut disebabkan oleh penyakit korisa?

Jawab:
Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan timbulnya gejala klinis hidung berlendir pada ayam layer umur 6 minggu. Ayam tersebut telah memasuki masa grower dan masih dipelihara di kandang postal, sehingga beberapa faktor predisposisi yang mungkin terkait dengan praktek manajemen pemeliharaan diantaranya tingginya kadar amonia, banyaknya debu di kandang, litter yang terlalu lembab, kurangnya ventilasi udara, populasi ayam yang terlalu padat dan lingkungan yang kotor. Beberapa faktor tersebut memicu terjadinya infeksi bibit penyakit yang menyerang saluran pernapasan seperti korisa dan CRD yang disebabkan oleh bakteri, atau yang disebabkan oleh agen viral seperti ND, AI, IB dan ILT, serta aspergillosis yang disebabkan oleh jamur.
Keluarnya lendir dari hidung merupakan gejala awal dari adanya gangguan pada saluran pernapasan, bukan hanya disebabkan oleh penyakit korisa. Untuk memastikan penyebab keluarnya lendir pada ayam, perlu didukung dengan gejala klinis yang lain dan juga perlu dilihat perubahan anatomi tubuh yang menciri sesuai penyakitnya.
Pada kasus CRD, ayam mengeluarkan lendir dari lubang hidung dan disertai dengan susah bernapas yang menimbulkan suara ngorok. Lendir yang keluar biasanya tidak berbau amis. Selain itu saat dilakukan bedah bangkai dapat terlihat adanya peradangan pada laryng, trakea dan juga kantung udara.
Untuk kasus korisa, gejala yang muncul hampir mirip dengan kasus CRD, namun biasanya disertai juga dengan kebengkakan muka dan leleran lendir yang berbau amis. Munculnya kebengkakan di muka mengindikasikan bahwa penyakit tersebut sudah berlangsung lama (kronis) dan biasanya disertai dengan infeksi sekunder bakteri E. coli. Saat dilakukan bedah bangkai biasanya terlihat adanya peradangan pada sinus hidung bahkan disertai dengan adanya perkejuan.


Proses perjalanan penyakit korisa awalnya ditandai dengan keluarnya lendir dari lubang hidung yang mula-mula berwarna kuning dan encer tetapi lambat laun berubah menjadi kental, bernanah dan berbau amis. Gejala ini dapat bertahan selama 2-3 minggu, tetapi dapat lebih lama jika ada infeksi penyakit yang lain. Kemudian sinus infraorbitalis membengkak karena akumulasi dari lendir tersebut yang dimanifestasikan dengan kebengkakan di muka, keluar air mata, kelopak mata membengkak dan mata tertutup sehingga ayam menjadi sulit bernapas.
Penyakit yang disebabkan oleh virus lebih menciri ke tingkat penyebaran penyakitnya yang relatif cepat dengan angka kematian yang tinggi. Penyakit ND dan AI, selain menyerang sistem pernapasan juga menyerang sistem pencernaan, reproduksi dan saraf. Virus penyebab IB juga menyerang organ reproduksi disamping menyerang sistem pernapasan, sehingga pada ayam petelur dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi telur. Pada kasus ILT, ayam sulit bernapas dan sering terlihat menjulurkan lehernya seperti tercekik, karena pada saluran pernapasannya terdapat massa pengkejuan yang dapat menghambat jalannya udara.
Penyakit saluran pernapasan yang disebabkan jamur yaitu aspergillosis lebih sering menyerang DOC yang biasa disebut brooder pneumonia. Ayam dewasa dapat terserang penyakit ini jika manajemen pemeliharaannya kurang baik. Ayam menunjukkan gejala klinis susah bernapas dan saat dilakukan bedah bangkai biasanya ditemukan bentukan sarang jamur pada saluran pernapasan maupun pada kantung udaranya.
Penanganan penyakit akan lebih efektif jika dilakukan sejak dini, sebelum penyakit berlanjut ke tingkat yang lebih parah. Untuk itu, hal yang dapat dilakukan guna mengobati ayam dengan gejala klinis hidung berlendir yaitu:
  • Berikan antibiotik spektrum luas seperti Doxyvet, Trimezyn, Neo Meditril atau Duoko sesuai dosis dan aturan pakai.
  • Berikan multivitamin seperti Vita Stress atau Fortevit selama 7 hari berturut-turut untuk meningkatkan kondisi tubuh setelah sakit.
  • Untuk kasus korisa dapat juga dipertimbangkan vaksinasi korisa dengan Medivac Coryza B atau Medivac Coryza T Suspension/Emulsion yang dapat dilakukan minimal 3 minggu sebelum terjadinya outbreak.
  • Penyakit yang disebabkan oleh virus (ND, AI, IB dan ILT) tidak ada obatnya. Pemberian antibiotik dilakukan untuk mencegah infeksi sekunder dan mungurangi tingkat keparahan penyakit, sementara pemberian vitamin dilakukan untuk meningkatkan kondisi dan dan daya tahan tubuh ayam. Untuk mencegah penyakit ND dapat dilakukan vaksinasi dengan Medivac ND La Sota, Medivac ND Clone 45, atauMedivac ND Emulsion. Untuk mencegah penyakit AI, dapat dilakukan vaksinasi dengan Medivac AI. Sementara untuk mencegah penyakit IB dapat dilakukan vaksinasi dengan Medivac IB H-120 atau sekaligus Medivac ND-IB. Sedangkan untuk mencegah penyakit ILT dapat dilakukan vaksinasi dengan Medivac ILT.
  • Untuk mengatasi penyakit jamur dapat diberikan cupri sulfat 1 gram/5 liter air minum, yang diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Di samping upaya pengobatan, ada beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu :
  • Mengelola peternakan dengan baik sehingga tercipta suasana nyaman bagi ayam, misalnya dengan mengatur jumlah ayam dalam kandang agar tidak terlalu padat, litter jangan berdebu atau terlalu lembab dan ventilasi udara tersedia cukup.
  • Lakukan desinfeksi kandang menggunakan Antisep, Neo Antisep atau Medisep. Majukan jadwal desinfeksi jika bertepatan dengan jadwal vaksinasi.
  • Terapkan sistem biosecurity yang baik, misalnya dengan melakukan desinfeksi alas kaki sebelum masuk kandang.



Info Medion Edisi Juni 2013
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

Jangan Asal Pakai Herbal untuk Unggas


Pertimbangan Memakai Bahan Herbal
Ramuan herbal yang sebagian besar berasal dari ekstrak tanaman, selama ini diketahui memiliki berbagai nutrisi dan senyawa kimia (zat bioaktif) yang telah diketahui berkhasiat dan mampu berfungsi sebagai suplemen, antibakteri, antiparasit (cacing dan protozoa), maupun antiprotozoa. Penggunaan bahan herbal pun semakin luas.
Di dunia perunggasan sendiri, beberapa peternak mulai memanfaatkan ramuan herbal untuk mengurangi penggunaan suplemen atau obat-obatan pabrik dengan alasan bisa dibuat sendiri dengan harga yang relatif murah. Alasan lain, pemberian suplemen dan obat-obatan pabrik yang berlebihan pada ayam dikhawatirkan akan mengakibatkan resistensi dan menimbulkan residu pada produk daging atau telur yang dihasilkan, sehingga berbahaya bagi manusia jika dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu lama.
Di sisi lain, tanpa pemberian suplemen atau obat dalam pemeliharaan ayam akan timbul suatu masalah yang cukup serius, yaitu terjadi penurunan produksi atau bahkan kematian. Ujung-ujungnya peternak akan mengalami kerugian ekonomi. Untuk itu, sebagian peternak memilih ramuan herbal untuk ternak unggasnya.
Beberapa praktek pemberian ramuan herbal yang umum dilakukan peternak contohnya pemberian temulawak dan kunyit untuk meningkatkan nafsu makan ayam, jahe untuk meningkatkan stamina, daun sirih untuk antibakteri dan antiradang, daun pepaya untuk mengobati penyakitleucocytozoonosis, buah pinang untuk mengobati cacingan, dan masih banyak contoh lainnya. Aplikasi pemberiannya pun bisa dalam bentuk serbuk/tepung atau larutan yang dicampur dalam air minum atau ransum.


Yang menjadi pertanyaan pertama ialah bolehkah kita memberikan ramuan herbal untuk ternak kita? Jawabannya boleh. Namun tidak boleh sembarangan karena ada beberapa aspek yang bisa menurunkan khasiat/manfaat dari ramuan herbal ini, di antaranya:
  • Proses pembuatan
    Bukan proses yang mudah untuk membuat ramuan herbal. Tak jarang kesalahan proses pembuatan justru merusak zat kimia yang terkandung di dalam bahan herbal tersebut. Sebagai contoh, proses penjemuran atau pemanasan yang berlebihan bisa menguapkan beberapa minyak esensial dan merusak enzim-enzim tertentu di dalamnya sehingga potensi zat kimianya berkurang. Meski bahan aktif herbal tidak tahan terhadap suhu panas yang berlebih, bukan berarti tak ada teknologi untuk membuatnya tetap stabil saat proses ekstraksi. Ada beberapa perusahaan obat yang menggunakan teknologi khusus, seperti teknologi ekstraksi dingin, untuk melindungi zat aktif herbal agar tidak rusak oleh pemanasan.
  • Dosis pemakaian
    Salah satu prinsip dari pengobatan penyakit adalah tepat dosis. Demikian halnya dalam aplikasi ramuan herbal, dosis yang digunakan haruslah konsisten dan tidak berdasarkan dosis “coba-coba” agar zat aktif bisa bekerja optimal.
  • Penanganan produk jadi
    Sama halnya dengan produk sintetik pabrik, produk herbal pun harus disimpan dalam kondisi yang baik. Jika tidak, maka produk akan berisiko terkontaminasi dan rusak.

Syarat Penggunaan Produk Herbal
Mengenai aspek keamanannya, sampai saat ini sebenarnya penggunaan bahan herbal yang diproduksi oleh perorangan masih diragukan keamanannya, terutama bagi pengobatan unggas. Hal ini dikarenakan proses pembuatan, penyediaan, maupun penggunaan produk herbal belum semuanya berstandar.
Menurut Kementerian Pertanian (keputusan Menteri Pertanian Nomor 453 Tahun 2000 tentang obat alami untuk hewan), peraturan dan standar pembuatan, penyediaan, dan peredaran produk herbal untuk hewan di Indonesia sama dengan produk sintetik, di antaranya yaitu:
  • Produk herbal yang diperuntukkan bagi hewan (termasuk unggas) harus aman bagi hewan, manusia, dan lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian ialah faktor kontaminasi tanaman herbal oleh logam berat dan insektisida.
  • Produk herbal harus memiliki khasiat/ efikasi sesuai tujuan pengobatan (untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, atau pemacu pertumbuhan) dan berkualitas dengan standar mutu yang sesuai (lolos uji di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan/BBPMSOH). Meski herbal telah diketahui mengandung bahan antioksidan, antibiotik, dan pemacu sistem kekebalan yang alami, penelitian yang mendalam harus terus dilakukan.
  • Ada pembatasan jumlah jenis bahan herbal/tanaman yang boleh digunakan dalam satu produk. Misalnya, dalam satu produk paling banyak terkandung 10 jenis tanaman. Hal ini dikarenakan proses pengujian yang sulit, lama, dan tidak murah.
  • Perlu ditelaah pula kemungkinan terjadinya “drug interaction” dari setiap jenis tanaman herbal jika di dalamnya terkandung lebih dari satu jenis herbal. Apakah sinergis, adisi, atau antagonis.
  • Perlu standarisasi ukuran/dosis yang digunakan. Misalnya, ukuran “segenggam” harus distandarkan dengan disebutkan satuan-satuannya, misal (berat = gram, volume = ml).
  • Perlu standarisasi dosis untuk berapa takaran/jumlah, waktu, dan frekuensi penggunaannya dalam sehari. Herbal yang digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu bisa berefek negatif bila penggunaannya tidak tepat dosis.

Belum semua produk herbal memenuhi standar karena dalam pengembangan produk herbal kerap menemui beberapa kendala, antara lain:
  • Budidaya tanaman
    Pada penggunaan produk herbal diperlukan penyediaan bahan baku yang kontinyu dan berkesinambungan agar produksi herbal tersebut tidak terhenti. Selama ini beberapa tanaman obat belum dibudidayakan secara meluas, melainkan hanya ditanam sesuai kebutuhan saja pada lahan kecil atau pekarangan yang hasilnya tidak direncanakan sebagai komoditi utama oleh peternak.
  • Standarisasi bahan baku
    Pada produksi herbal skala kecil, umumnya bahan baku yang digunakan belum terstandarisasi. Sebaliknya standarisasi bahan baku hanya dilakukan di tingkat industri besar saja yang sudah memproduksi bahan-bahan fitofarmaka (produk herbal dari bahan alam). Untuk memenuhi standarisasi diperlukan adanya ilmu farmakologi, terutama di bidang ekstraksi, analisis, dan teknologi proses sehingga dapat membuat bahan baku yang bisa dipertanggungjawabkan kualitas dan keempirisan (data hasil uji coba) kandungan kimianya. Selain itu, kualitas herbal juga sangat bervariasi tergantung pada kondisi penanaman, umur dan waktu panen, penanganan saat panen, serta penyimpanan.
  • Aplikasi dan dosis pemberian
    Penetapan cara aplikasi dan dosis produk herbal seringkali masih menjadi kendala bagi para peternak karena konsistensi dosis dari pemberian produk herbal pertama, kedua, dan seterusnya belum optimal (dosis kadang masih berubah-ubah). Hal ini disebabkan data dosis respon dari penelitian/studi klinis masih terbatas, belum semua jenis tanaman herbal telah melalui prosedur standar sampai uji klinis (Kusumaning, 2012).

Produk Sintetik Aman dan Direkomendasikan
Meski produk herbal telah diketahui memiliki banyak khasiat/manfaat, bukan berarti peternak unggas harus menggantungkan program medikasi (pemberian obat dan suplemen) hanya dari produk herbal. Bagaimanapun, obat sintetik yang saat ini banyak dijual di pasaran masih layak digunakan karena sebagian besar sudah terstandarisasi dan telah lulus uji potensi dan keamanan, baik skala laboratorium maupun uji langsung ke hewan/ternak.
Mengenai bahaya resistensi dan residu dari produk sintetik, terutama produk antibiotik sintetik, sebenarnya masih sangat mungkin kita hindari. Resistensi antibiotik bisa terjadi akibat: pemberian dosis yang tidak sesuai, pemilihan antibiotik yang tidak tepat, pengobatan yang tidak tuntas, pemberian antibiotik dari golongan yang sama digunakan secara terus-menerus, dan penyebab lainnya berasal dari bakteri itu sendiri, misalnya akibat bakteri mengalami mutasi genetik, enzim maupun perubahan reseptor pada tubuh bakteri tersebut.
Solusi yang tepat untuk mengatasi resistensi ini ialah dengan mengombinasikan antibiotik secara sinergis, serta yang terpenting yaitu melakukanrolling antibiotik. Yang dimaksud dengan rolling antibiotik adalah menggunakan atau memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan.
Sedangkan untuk menghindari adanya residu antibiotik dalam produk unggas, perhatian keterangan waktu henti obat sebelum ayam dipotong/dikonsumsi pada label kemasan obat. Jika pada label tertulis “Hentikan pemakaian obat 5 hari sebelum unggas dipotong untuk dikonsumsi” maka seharusnya pemberian obat kita hentikan 5 hari sebelum ayam pedaging dipanen. Dengan demikian diharapkan karkas ayam pedaging bebas dari residu antibiotik.
Terkait penggunaan produk herbal, tidak ada larangan untuk penggunaannya, namun sebaiknya pilih produk herbal yang sudah terstandarisasi. Beberapa perusahaan obat hewan, termasuk Medion, kini mulai mengembangkan beberapa produk herbal yang aman dan sudah terstandarisasi, baik kualitas bahan baku maupun produk jadinya. Contohnya Ammotrol yang berfungsi mengikat gas amonia dalam kandang, dan Kumavityang berperan sebagai suplemen multivitamin herbal yang mampu meningkatkan produktivitas ternak.
Salam.


Info Medion Edisi Agustus 2014
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

Pemberian Antibiotik sebelum Vaksinasi Gumboro

Pertanyaan Bapak Ahmad Yani
Pada saat cuaca tidak menentu (ekstrim), apakah boleh dilakukan pemberian antibiotik seperti Doxytin sehari sebelum vaksinasi Gumboro agar hasil vaksinasi lebih optimal dan apakah ada efek terhadap potensi vaksin?

Jawab:
Pemberian antibiotik seperti Doxytin boleh saja dilakukan sebelum pelaksanaan vaksinasi Gumboro untuk tujuan cleaning program(pemberantasan bibit penyakit pada masa inkubasi dimana bibit penyakit sudah ada tetapi belum menunjukkan gejala klinis) maupun tujuan medikasi (pemberantasan bibit penyakit setelah muncul gejala klinis). Zat aktif yang terkandung dalam produk Doxytin tidak akan mempengaruhi potensi vaksin. Namun, dalam hal ini perlu dipertimbangkan juga keefektifan dari antibiotik tersebut, terutama dalam hal pemberiannya minimal dilakukan selama 3 hari. Oleh karena itu, antibiotik Doxytin dapat diberikan dari 3 hari sebelum jadwal vaksinasi dilakukan. Tujuannya, supaya saat ayam menerima vaksinasi Gumboro kondisi tubuhnya sehat, sehingga hasil vaksinasi lebih optimal. Hal ini mengingat bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan vaksinasi adalah kondisi tubuh ayam yang sehat.
Selain itu, hal lain yang juga perlu diperhatikan agar vaksinasi Gumboro memberikan hasil yang optimal adalah jangan melakukan pindah kandang atau menurunkan sekam (untuk farm dengan kandang postal panggung) bertepatan dengan pelaksanaan vaksinasi Gumboro (pada umur 14 hari) karena hal ini akan membuat ayam stres. Jadwal desinfeksi kandang harus dihentikan dahulu selama pelaksanaan vaksinasi. Untuk meminimalisir tingkat stres post vaksinasi, berikan multivitamin seperti Vita Stress atau Fortevit setelah vaksinasi selesai.
Guna meningkatkan keberhasilan vaksinasi Gumboro, di samping melaksanakan vaksinasi sesuai tata laksana vaksinasi yang benar, upaya meminimalisir efek dari perubahan cuaca yang ekstrim juga perlu dilakukan. Jika hal ini dilakukan dengan telaten dan disiplin, maka secara signifikan sangat berpengaruh terhadap kondisi ayam. Sebagai antisipasi saat terjadi perubahan cuaca yang ekstrim terutama pada ayam dewasa dapat dilakukan beberapa cara berikut:
  • Pengaturan buka tutup tirai. Hal ini akan sangat mempengaruhi suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam kandang. Saat kasus perubahan cuaca terjadi pada ayam dewasa, maka pengaturan buka tutup tirai dapat dilakukan sesuai dengan cuaca harian. Sebagai contoh, saat sedang hujan atau suhu udara dingin maka tirai kandang dapat ditutup sebagian terutama pada sisi dengan aliran angin yang terlalu kencang. Hal ini untuk mencegah ayam terlalu kedinginan dengan tetap mempertimbangkan pertukaran udara kotor dan bersih tetap lancar. Untuk memudahkan buka tutup tirai, Bapak dapat membuat sistem kerekan/roll yang bisa berputar seperti contoh pada gambar berikut.



  • Perbaiki atap yang bocor agar air hujan tidak masuk ke dalam kandang, sehingga akan menjaga litter tetap kering dan kadar amonia tidak terlalu tinggi.

  • Jangan membolak-balik litter karena hal ini dapat menyebabkan amonia menguap. Jika dirasa litter telah lembab atau basah sebaiknya dilakukan penaburan atau penambahan litter baru. Sebelum litter digunakan desinfeksi terlebih dahulu menggunakan AntisepNeo Antisepatau Sporades.

  • Berikan terapi supportif menggunakan multivitamin seperti Vita Stress atau Vita Strong agar kondisi ayam selalu prima di saat terjadi perubahan cuaca.


Info Medion Edisi November 2012
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

Cara Terbaik Self Mixing

Perubahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan pola hasil panen pertanian (khususnya bahan baku ransum) menjadi menurun baik kuantitas (jumlah) maupun kualitas (mutu) nya. Hal ini memicu terjadinya kenaikan harga ransum sehingga berimbas pada membengkaknya biaya ransum. Salah satu cara untuk mengurangi resiko membengkaknya biaya tersebut yaitu dengan membuat ransum sendiri (self mixing).

Tahapan Self Mixing
Tahapan dalam membuat ransum sendiri adalah :
1.   Mengetahui kandungan bahan baku ransum dan standar kebutuhan nutrisi ransum
Bahan baku ransum ayam sebagian besar merupakan hasil pertanian (berupa jagung, kedelai, bekatul), dimana pertanian di Indonesia saat ini masih tergantung pada musim. Hal ini ikut menentukan kualitas bahan baku ransum, sehingga dibutuhkan kecermatan dalam memilih bahan baku tersebut.
Pemilihan bahan baku ransum dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kita dapat memilih berdasarkan sifat fisik seperti warna, tekstur, bau/aroma, ukuran partikel, bentuk, adanya bahan asing, adanya serangga seperti kutu dll. Untuk hal ini diperlukan pengalaman agar dapat menentukan kualitas secara baik.
Secara kuantitatif, pemilihan bahan baku ransum didasarkan pada analisis kandungan nutrisi secara lengkap seperti kadar air, protein kasar, lemak, mineral dll. Di dalam komposisi bahan baku kadang kala ditemukan adanya antinutrisi, seperti antitripsin, tanin, saponin maupun toksin (mikotoksin) yang akan bekerja mengganggu sistem organ di dalam tubuh ayam.

Oleh karena itu, kandungan nutrisi dari bahan baku ransum mutlak harus diketahui oleh seorang peternak untuk menyusun ransum. Data-data kandungan nutrisi dapat diperoleh dari buku, hasil penelitian, analisis laboratorium maupun data supplier. Selain kandungan nutrisi, jumlah kebutuhan nutrisi juga wajib diketahui. Dalam usaha peternakan ayam, kebutuhan nutrisi masing-masing ayam berbeda sesuai dengan periode pemeliharaan, jenis dan strain ayam

2.   Mendata bahan baku yang ada
Bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat ransum ayam yaitu jagung, bekatul, bungkil kedelai, tepung daging, tepung ikan, tepung tulang, tepung batu, DCP (dicalcium phosphate), minyak ikan, minyak kedelai, dll. Bahan baku yang akan digunakan harus memenuhi syarat yaitu :
  • Memiliki kandungan nutrisi yang baik
    Kandungan nutrisi yang perlu diketahui antara lain energi metabolisme (EM), protein kasar, lemak, serat kasar, air, kalsium, fosfor maupun asam amino. Bahan baku utama penyusun ransum biasanya dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang baik jika memiliki kandungan EM dan protein kasar yang tinggi serta serat kasarnya rendah. Kandungan nutrisi yang baik tersebut terdapat dalam bahan baku yang kualitas fisik, kimia dan biologinya juga baik
  • Ketersediaannya kontinyu
    Bahan baku yang akan digunakan harus terjamin ketersediaannya (mudah didapat), karena pergantian bahan baku yang terlalu sering dapat menyebabkan stres dan gangguan produksi pada ayam. Di Indonesia, kontinyuitas atau ketersediaan bahan baku ransum secara rutin dengan kualitas yang stabil menjadi permasalahan yang cukup sulit diatasi. Terlebih lagi, jika penggunaan bahan baku tersebut masih harus bersaing dengan pemenuhan kebutuhan manusia, contohnya pada kasus ketersediaan jagung dan kedelai.
    Untuk menekan biaya ransum, hendaknya dalam self mixing kita dapat meminimalkan penggunaan bahan baku konvensional, contohnya seperti jagung dan kedelai tersebut. Ada baiknya jika kita bisa memanfaatkan bahan baku non konvensional yang ada di daerah sekitar peternakan seperti limbah perikanan, sorgum, bungkil kelapa sawit, bungkil biji matahari maupun tepung gaplek sebagai campuran ransum dalam self mixing
  • Harganya kompetitif
    Biaya ransum mencakup 70-80% dari seluruh biaya pengelolaan peternakan. Dengan harga bahan baku yang kompetitif diharapkan biaya ransum dapat ditekan
  • Tidak mengandung racun/antinutrisi
    Syarat mutlak bahan baku ransum yaitu tidak mengandung racun (toksik) yang dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas ayam. Selain itu, perhatikan juga zat anti nutrisi dalam ransum yang dapat menurunkan kecernaan ransum. Adanya zat antinutrisi seringkali menjadi faktor penghambat dalam pemakaian bahan baku ransum alternatif

3.   Melakukan formulasi ransum
Formulasi ransum biasanya dilakukan dengan menerapkan program optimalisasi. Yaitu pemakaian bahan baku yang optimal dengan harga serendah-rendahnya, namun mampu memenuhi kebutuhan nilai nutrisi yang dibutuhkan ayam. Untuk membuat suatu formulasi ransum dapat digunakan metode trial and error (coba-coba), rumus aljabar (person's square method) atau linier programming least cost formulation(Brill, WinFeed, dll).
Langkah-langkah dalam membuat formulasi ransum, pertama kita harus menentukan persentase pembatasan formulasi ransum yaitu batasan maksimal dan minimal suatu bahan baku dapat digunakan (dilihat dari kandungan nutrisi dan zat antinutrisi yang mungkin ada). Jika tidak dilakukan pembatasan, resiko kelebihan dan kekurangan nutrisi akan berdampak pada tidak tercapainya efisiensi ransum. Pembatasan harga juga perlu diperhitungkan.

Feed Supplement Sebagai Pelengkap Nutrisi
Seringkali dalam penyusunan ransum ini kurang diperhatikan kecukupan nutrisi mikro seperti asam amino, vitamin dan mineral. Hal ini bisa dikarenakan adanya keterbatasan data mengenai nutrisi tersebut. Ditambah lagi dengan sifat nutrisi mikro yang mudah mengalami kerusakan baik saat proses produksi, penyimpanan maupun distribusi sehingga kadarnya menurun, terutama untuk vitamin. Melihat kondisi ini perlu sekiranya kita memberikan penambahan feed supplement, yaitu pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro esensial tersebut.
Contoh feed supplement yang bisa kita tambahkan ialah Top Mix. Top Mix mengandung multivitamin, asam amino, mineral, antioksidan dan growth promoter antibiotic yang berfungsi meningkatkan kualitas ransum. Dosis penggunaan Top Mix bermacam-macam sesuai dengan jenis ayam, namun untuk ayam petelur, penggunaannya sebanyak 2-4 g Top Mix tiap kg ransum. Selain Top Mix, ada pula Mineral Feed Supplement A.
Selain dengan pemberian feed supplement, lakukan pula kontrol manajemen penyimpanan ransum, yaitu dengan :
  • Berikan alas (pallet) pada tumpukan ransum
  • Atur posisi penyimpanan ransum sesuai dengan waktu kedatangan (first in first out, FIFO) maupun expired date-nya (first expired first out, FEFO)
  • Simpan ransum dalam tempat yang tertutup dan terhindar dari sinar matahari langsung
  • Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan ransum
  • Sebaiknya ransum disimpan dalam gudang penyimpanan tidak lebih dari 21-30 hari agar kualitas nutrisi di dalamnya tidak menurun
  • Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin
  • Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur

Dalam aplikasi di lapangan, untuk menekan biaya ransum selain membuat ransum murni self mixing dari beberapa bahan baku ransum yang tersedia, peternak juga dapat membuat ransum campuran. Ransum campuran yang dimaksud yaitu merupakan kombinasi antara ransum pabrikan dengan ransum hasil self mixing. Misalnya saja konsentrat yang dicampur dengan jagung, bekatul dan bahan lainnya.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa self mixing merupakan salah satu cara yang dapat diambil untuk menekan biaya ransum dalam usaha peternakan. Kunci keberhasilan self mixing itu sendiri bukan hanya tergantung dari cara kita memformulasikan ransum, melainkan juga kontrol terhadap kualitas dan kontinyuitas bahan baku yang kita gunakan. Dan untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mikro esensial, gunakan feed supplement. Salam.


Info Medion Edisi September 2011
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id)

0 komentar:

Inilah Kondisi Ayam Apabila Kekuranag Vitamin !

Dinamika Kebutuhan Vitamin

Vitamin berasal dari kata “vitae-amine” dan didefinisikan sebagai senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah kecil untuk menjaga fungsi metabolisme dalam tubuh tetap optimal. Vitamin sebagai salah satu bagian dari nutrisi mikro, memiliki peranan yang tidak kalah besar dibandingkan dengan jenis nutrisi lainnya. Jika dilihat secara kuantitatif, persentase kebutuhan vitamin pada ransum ayam pasti lebih kecil dibandingkan dengan nutrisi lain seperti karbohidrat, protein dan lemak. Meskipun begitu, vitamin tetap wajib diberikan terkait fungsinya sebagai katalis metabolisme nutrisi makro. Dalam arti lain, bila tidak ada vitamin maka metabolisme nutrisi makro akan terhambat. Hambatan metabolisme ini akan menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi tidak optimal, terbatasnya pembentukan energi untuk beraktivitas dan tidak terjadi regenerasi sel-sel yang rusak dalam tubuh.
Pernyataan di atas dikuatkan oleh Scott et al., (1992) yang menyatakan bahwa unggas yang dipelihara dengan sistem tata laksana yang tidak baik, sangat peka terhadap kejadian defisiensi (kekurangan) vitamin. Hal tersebut disebabkan :
  1. Unggas tidak memperoleh keuntungan dari sintesis vitamin oleh mikroorganisme di dalam alat pencernaan ayam itu sendiri karena ayam harus bersaing dengan mikroorganisme dalam menggunakan vitamin tersebut. Selain itu, meskipun unggas mampu mensintesis vitamin seperti vitamin C, namun hasil sintesis tersebut sangat rendah. Rendahnya sintesis vitamin oleh unggas disebabkan saluran pencernaan unggas yang lebih pendek dan laju pencernaan ransum yang lebih cepat dibandingkan ternak lain seperti ruminansia
  2. Unggas mempunyai kebutuhan yang tinggi terhadap vitamin karena vitamin penting bagi reaksi- reaksi metabolis yang vital di dalam tubuh unggas
  3. Populasi yang padat dalam peternakan unggas modern menimbulkan berbagai macam stres. Ditambah dengan kondisi lingkungan akibatglobal warming, dimana cuaca selalu berubah-ubah dan tidak menentu sehingga sangat berpotensi menyebabkan ayam stres sehingga kebutuhan akan vitamin juga semakin tinggi

Jenis dan Fungsi Vitamin
Vitamin dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu vitamin larut dalam lemak dan larut dalam air (Roche, 1979). Vitamin larut dalam lemak adalah vitamin yang bisa dengan mudah menyatu dengan lemak tubuh sehingga tubuh pun bisa menyimpannya selama waktu tertentu. Sedangkan vitamin larut dalam air adalah vitamin yang bisa dengan mudah menyatu dengan air tubuh. Tubuh tidak bisa menyimpannya karena dengan cepat vitamin tersebut akan dikeluarkan lagi lewat cairan tubuh seperti air seni maupun keringat. Vitamin yang termasuk dalam vitamin larut lemak adalah vitamin A, D, E dan K, sedangkan vitamin yang termasuk dalam vitamin larut air adalah vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, B12) dan C (Weber, 2009).

Vitamin Larut Lemak
  • Vitamin A
Vitamin ini sering disebut sebagai retinol. Secara umum Vitamin A dapat ditemukan dalam tepung ikan dan jagung. Vitamin A berfungsi dalam proses pertumbuhan, stabilitas jaringan epitel pada membran mukosa saluran pencernaan, pernapasan, saluran reproduksi serta mengoptimalkan indera penglihatan.
Defisiensi vitamin A pada ayam dapat menyebabkan ruffled feathers (bulu berdiri), ataxia (kehilangan keseimbangan saat berjalan) dan bisa berakibat pada penurunan produksi telur serta daya tetas. Bila defisiensi berlangsung terus menerus dalam waktu yang cukup lama serta tidak ditangani dengan baik, maka akan mengakibatkan munculnya cairan putih susu (keruh) pada mata ayam tersebut sehingga bisa mengganggu penglihatan dan kadang terjadi kerusakan mata permanen. Selain itu defisiensi vitamin A bisa menyebabkan timbulnya bintik darah (blood spot) pada telur (Saif, 2003).

Timbulnya blood spot pada telur akibat defisiensi vitamin A
  • Vitamin D
Vitamin D pada produk-produk vitamin seringkali ditulis sebagai vitamin D3. Vitamin D3 atau yang lebih dikenal sebagai cholecalciferoladalah satu-satunya metabolit dari vitamin D yang bisa digunakan oleh unggas (Weber, 2009). Secara umum vitamin ini dapat ditemukan pada tepung ikan dan sinar matahari yang berfungsi sebagai prekursor. Vitamin D bermanfaat untuk metabolisme kalsium dan fosfor dalam pembentukan kerangka normal, membentuk paruh dan cakar yang keras serta kerabang telur yang kuat.
Defisiensi vitamin D akan menyebabkan metabolisme kalsium dan fosfor terhambat sehingga akan banyak ditemukan telur dengan kerabang tipis dan lembek serta paruh dan cakar yang lembek pula. Selain itu akan terjadi pula penurunan produksi telur dan situasi dimana ayam kesulitan untuk bergerak karena kakinya lemah sehingga terjadilah kelumpuhan/ricketsia.

Kerabang telur lembek
  • Vitamin E
Vitamin E sering disebut sebagai tocopherols dan sering ditemukan dalam biji kedelai, biji gandum dan CGM (corn gluten meal). Vitamin E bermanfaat untuk meningkatkan fertilitas, pertumbuhan embrio normal dan sebagai antioksidan. Defisiensi vitamin E akan menyebabkan menurunnya fertilitas dan daya tetas, encephalomalacia/crazy chick disease (penyakit ayam gila), serta kelainan pada koordinasi otot.

Crazy chick disease
  • Vitamin K
Vitamin K dapat ditemukan pada tepung ikan. Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protrombin yang nantinya digunakan untuk pengaturan proses pembekuan darah. Defisiensi vitamin K akan menyebabkan perdarahan pada jaringan/organ tertentu (hemoragi) serta anemia akibat darah yang sukar membeku saat terjadi luka pada bagian tubuh yang terbuka (Saif, 2003).

Vitamin Larut Air
  • Vitamin B1 (thiamin)
Vitamin Bsering disebut juga sebagai aneurin terkait dengan sifat antineuritis (anti radang urat syaraf) yang dimilikinya. Vitamin B1berfungsi untuk membantu proses metabolisme karbohidrat dan energi dalam tubuh. Defisiensi vitamin ini menyebabkan hilangnya nafsu makan, pertumbuhan terhambat serta terjadi pembengkakan pada sistem syaraf (Roche, 1979).

  • Vitamin B2 (riboflavin)

Vitamin Bberfungsi dalam metabolisme karbohidrat, asam amino dan asam lemak. Vitamin ini dapat ditemukan pada tepung daging dan tepung ikan. Defisiensi vitamin B2 menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi lambat, lemas dan ayam mengalami kesulitan berjalan. Gejala yang paling dikenal adalah kelumpuhan pada kaki (leg paralysis) atau kelumpuhan pada jari kaki (curled toe paralysis). Beberapa gejala tersebut akhirnya akan berakibat pada menurunnya produksi telur dan daya tetas (Saif, 2003).


Curled toe paralysis
  • Vitamin B3 (nicotinamide)
Vitamin B3 atau lebih dikenal sebagai niasin atau nicotinamide berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi energi. Vitamin ini dapat ditemukan pada jagung, biji bunga matahari dan hampir semua bungkil biji-bijian. Kekurangan vitamin B3menyebabkan hilangnya nafsu makan, pertumbuhan lambat, turunnya produksi telur dan daya tetas, membran mukosa menjadi berwarna merah gelap, perubahan pada tulang paha serta kadang terjadi diare yang disertai darah.

  • Vitamin B5 (asam pantotenat)

Vitamin Batau yang lebih dikenal sebagai asam pantotenat berfungsi sebagai komponen koenzim A dalam metabolisme karbohidrat, asam lemak, asam amino dan steroid. Asam pantotenat banyak terkandung dalam bungkil biji bunga matahari. Defisiensi asam pantotenat akan menyebabkan hilangnya nafsu makan, pertumbuhan terhambat, pembengkakan pada beberapa bagian tubuh seperti paruh, kelopak mata dan jari kaki, warna bulu menjadi kasar dan buram, serta menyebabkan turunnya produksi dan daya tetas telur.

  • Vitamin B6 (piridoxin)

Vitamin Batau piridoxin berfungsi untuk metabolisme protein dan lemak dalam tubuh. Vitamin B6 dapat ditemukan hampir disemua bungkil biji-bijian. Selain menyebabkan nafsu makan berkurang dan pertumbuhan terhambat, defisiensi vitamin Bini akan menyebabkan bulu tumbuh jarang (tidak merata) dan kasar, produksi telur serta daya tetas telur menurun (Roche, 1979).

  • Vitamin B9 (asam folat)
Vitamin Batau yang lebih sering disebut sebagai asam folat berfungsi untuk metabolisme karbohidrat. Asam folat dapat ditemukan pada biji gandum. Defisiensi asam folat akan menyebabkan pertumbuhan lambat, anemia, menurunnya daya tetas serta bulu yang kasar dan jarang (Roche, 1979).

  • Vitamin B12 (cyanocobalamin)

Vitamin B12 atau sering disebut sebagai cyanocobalamin berfungsi untuk metabolisme karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Tidak seperti vitamin B lainnya, vitamin B12 bisa terakumulasi di jaringan, utamanya di hati dan sedikit di ginjal, otot, tulang dan kulit (Weber, 2009). Defisiensi vitamin B12 akan mengakibatkan pertumbuhan lambat, ukuran telur kecil-kecil dan daya tetas menurun.

  • Biotin

Biotin sering dikenal sebagai Vitamin B7. Vitamin ini berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lemak dalam produksi energi. Biotin dapat ditemukan pada tepung ikan dan biji gandum. Defisiensi biotin menyebabkan kulit mengeras pada daerah paruh dan mata (hampir sama seperti pada saat terjadi defisiensi asam pantotenat). Selain itu bisa terjadi juga kelainan pada tulang rawan dan menurunnya daya tetas.

  • Vitamin C (asam askorbat)
Vitamin C ini berfungsi untuk metabolisme sel dan sebagai anti oksidan. Defisiensi vitamin C tidak terjadi pada ternak namun vitamin C bermanfaat dalam situasi ayam yang stres karena panas atau kondisi lain (Weber, 2009).

Tabel 1 adalah tabel rekomendasi kadar vitamin yang dibutuhkan berdasarkan National Research Council (NRC), AWT German Trade Association dan DSM Vitamin Suplementation Guidelines yang dihitung berdasarkan pemberian makan harian dalam range 80 hingga 120 gram per hari. NRC menentukan jumlah minimum vitamin yang dibutuhkan sedangkan AWT dan DSM merekomendasikan suplementasi vitamin di atas kadar alami vitamin dalam ransum (Weber, 2009).

Hubungan Manajemen Penyimpanan Ransum dengan Defisiensi Nutrisi
Dalam suatu formulasi ransum, kadar vitamin dalam ransum umumnya telah disesuaikan dengan jumlah kebutuhan vitamin bagi unggas dan mampu dicukupi melalui asupan ransum yang berasal dari pabrikan. Namun pada kenyataannya, kadar vitamin tersebut dapat hilang pada waktu bahan pakan diproses atau selama ransum disimpan dalam gudang penyimpanan. Potensi vitamin juga bisa menurun akibat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu yang ekstrim, cahaya dan oksidasi. Contohnya saja vitamin seperti A, D, E dan C yang tidak stabil terhadap panas, cahaya dan kelembaban. Vitamin Bdan asam pantotenat juga bisa rusak akibat pengolahan atau penyimpanan ransum yang kurang baik. Karena alasan itulah, maka sulit untuk menjamin bahwa vitamin akan stabil kadarnya dalam ransum terlebih jika ransum menjalani proses pengangkutan yang cukup jauh.
Untuk memastikan bahwa ransum yang kita berikan pada ayam tidak mengalami defisiensi vitamin, maka salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah dengan mengatur manajemen penyimpanan ransum melalui tindakan sebagai berikut :
  • Berikan alas (pallet) pada tumpukan ransum
  • Atur posisi penyimpanan ransum sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out, FIFO)
  • Simpan ransum dalam tempat yang tertutup dan terhindar dari sinar matahari langsung


Berikan alas ransum untuk mencegah penurunan kualitas ransum (kiri)

  • Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan ransum
  • Sebaiknya ransum disimpan dalam gudang penyimpanan tidak lebih dari 30 hari agar kualitas nutrisi, termasuk vitamin, di dalamnya tidak menurun
  • Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin
  • Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur

Stres dan Vitamin
Indonesia memiliki iklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kondisi musim yang tidak menentu akhir-akhir ini semakin membuat ayam tidak nyaman dan mudah sekali mengalami stres. Kondisi stres akibat pengaruh perubahan cuaca sangat berperan besar memunculkan kasus defisiensi vitamin, karena saat stres tubuh akan kehilangan sejumlah besar vitamin.
Ayam memang merupakan ternak yang sangat rentan terhadap stres. Dampak nyata stres pada ayam apabila tidak ditangani dengan baik adalah penurunan produksi, baik berupa telur bagi ayam petelur maupun penurunan berat badan bagi ayam pedaging. Hal ini disebabkan turunnya nafsu makan dan minum sehingga kekebalan tubuh ayam berkurang dan akibatnya ayam menjadi mudah terserang penyakit. Faktor penyebab stres selain faktor cuaca diantaranya adalah :
  • Sirkulasi udara dalam kandang yang tidak baik
  • Suhu dan kelembaban dalam kandang meningkat
  • Populasi ayam dalam kandang yang terlalu padat
  • Suara bising
  • Kekurangan ransum
  • Pergantian ransum mendadak
  • Vaksinasi
  • Perlakuan kasar, potong paruh, pindah kandang, dll
Salah satu kejadian stres yang seringkali ditemukan di lapangan ialah kejadian heat stress. Data yang diperoleh oleh tim Technical ServiceMedion (2010) melaporkan bahwa kejadian heat stress pada ayam pedaging dan petelur masing-masing sebesar 0,41% dan 0,6% dari total kejadian penyakit di tahun 2010.
Ayam yang terserang stres dapat dipulihkan kondisinya dengan cara menghilangkan faktor penyebab stres tersebut. Namun demikian, ternyata vitamin berperan besar dalam hal ini karena proses pemulihan stres sangat didukung oleh pemberian vitamin. Pemberian vitamin dapat mempertinggi ketahanan tubuh ayam saat stres serta menjaga proses metabolisme tubuh berjalan dengan normal.

Menekan Stres dengan Suplementasi Vitamin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ayam komersial saat ini sangat rentan terhadap stres, baik itu stres yang disebabkan oleh tata laksana pemeliharaan yang kurang baik maupun stres akibat pengaruh cuaca/suhu lingkungan. Oleh karena itu, suplementasi vitamin tentu sangat diperlukan. Vitamin dapat ditambahkan ke dalam ransum maupun ke dalam air minum ayam. Vitamin biasanya dapat diberikan ketika ayam pertama kali chick in (masuk ke kandang), sebelum dan setelah vaksinasi, setelah pengobatan, ketika sakit, pindah kandang, cuaca buruk dan saat pergantian ransum.
Berbagai produk vitamin telah banyak dijual di pasaran, salah satunya ialah Vita Stress yang diproduksi oleh Medion. Vita Stressmengandung vitamin lengkap (vitamin A, D3, E, K. B1, B2, B6, B12, C, nicotinic acid dan calcium-D-pantothenate) dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) yang dibutuhkan oleh ayam untuk menambah daya tahan tubuh dan mencegah stres pada waktu sebelum dan sesudah vaksinasi, setelah potong paruh, pindah kandang, penggantian ransum, cuaca yang buruk dan pada musim rontok bulu. Vita Stress juga bisa mencegah terjadinya defisiensi vitamin pada ayam yang bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi telur dan gangguan pertumbuhan bulu.


Vita Stress produk vitamin Medion

Larutkan 1 gram Vita Stress per 2 liter air minum dan diberikan selama 7–10 hari berturut-turut untuk mencegah stres setelah pindah kandang, pada waktu cuaca buruk, penggantian ransum, gangguan pertumbuhan, penurunan produksi telur, serta pemulihan kesehatan setelah sakit. Atau larutkan 1 gram Vita Stress per liter air minum dan diberikan selama 2 hari sebelum dan sesudah vaksinasi untuk mencegah stres pada ayam sebelum dan sesudah vaksinasi. Selain Vita Stress, bisa digunakan pula Top Mix HC dan Fortevit untuk mengatasi stres serta mencegah penyakit akibat kekurangan vitamin.

Produk Medion Top Mix HC dan Fortevit
Setelah mengenal lebih mendalam mengenai jenis dan fungsi vitamin serta dinamika kebutuhannya, kita menjadi lebih paham bahwa sebenarnya ternak kita sangat memerlukan vitamin yang sesuai dengan dosis yang cukup. Ingat, bahwa ada banyak risiko dan kerugian yang ditimbulkan bila ternak kita sudah mengalami defisiensi vitamin, oleh karena itu marilah kita lakukan tindakan preventif dengan mengatur kembali tata laksana pemeliharaan ayam baik dari penyimpanan ransum, manajemen stres lingkungan dan ketepatan penggunaan vitamin. Salam



Info Medion Edisi Juni 2011
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

INFO

loading...