info terkini

loading...

Jangan Asal Pakai Herbal untuk Unggas


Pertimbangan Memakai Bahan Herbal
Ramuan herbal yang sebagian besar berasal dari ekstrak tanaman, selama ini diketahui memiliki berbagai nutrisi dan senyawa kimia (zat bioaktif) yang telah diketahui berkhasiat dan mampu berfungsi sebagai suplemen, antibakteri, antiparasit (cacing dan protozoa), maupun antiprotozoa. Penggunaan bahan herbal pun semakin luas.
Di dunia perunggasan sendiri, beberapa peternak mulai memanfaatkan ramuan herbal untuk mengurangi penggunaan suplemen atau obat-obatan pabrik dengan alasan bisa dibuat sendiri dengan harga yang relatif murah. Alasan lain, pemberian suplemen dan obat-obatan pabrik yang berlebihan pada ayam dikhawatirkan akan mengakibatkan resistensi dan menimbulkan residu pada produk daging atau telur yang dihasilkan, sehingga berbahaya bagi manusia jika dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu lama.
Di sisi lain, tanpa pemberian suplemen atau obat dalam pemeliharaan ayam akan timbul suatu masalah yang cukup serius, yaitu terjadi penurunan produksi atau bahkan kematian. Ujung-ujungnya peternak akan mengalami kerugian ekonomi. Untuk itu, sebagian peternak memilih ramuan herbal untuk ternak unggasnya.
Beberapa praktek pemberian ramuan herbal yang umum dilakukan peternak contohnya pemberian temulawak dan kunyit untuk meningkatkan nafsu makan ayam, jahe untuk meningkatkan stamina, daun sirih untuk antibakteri dan antiradang, daun pepaya untuk mengobati penyakitleucocytozoonosis, buah pinang untuk mengobati cacingan, dan masih banyak contoh lainnya. Aplikasi pemberiannya pun bisa dalam bentuk serbuk/tepung atau larutan yang dicampur dalam air minum atau ransum.


Yang menjadi pertanyaan pertama ialah bolehkah kita memberikan ramuan herbal untuk ternak kita? Jawabannya boleh. Namun tidak boleh sembarangan karena ada beberapa aspek yang bisa menurunkan khasiat/manfaat dari ramuan herbal ini, di antaranya:
  • Proses pembuatan
    Bukan proses yang mudah untuk membuat ramuan herbal. Tak jarang kesalahan proses pembuatan justru merusak zat kimia yang terkandung di dalam bahan herbal tersebut. Sebagai contoh, proses penjemuran atau pemanasan yang berlebihan bisa menguapkan beberapa minyak esensial dan merusak enzim-enzim tertentu di dalamnya sehingga potensi zat kimianya berkurang. Meski bahan aktif herbal tidak tahan terhadap suhu panas yang berlebih, bukan berarti tak ada teknologi untuk membuatnya tetap stabil saat proses ekstraksi. Ada beberapa perusahaan obat yang menggunakan teknologi khusus, seperti teknologi ekstraksi dingin, untuk melindungi zat aktif herbal agar tidak rusak oleh pemanasan.
  • Dosis pemakaian
    Salah satu prinsip dari pengobatan penyakit adalah tepat dosis. Demikian halnya dalam aplikasi ramuan herbal, dosis yang digunakan haruslah konsisten dan tidak berdasarkan dosis “coba-coba” agar zat aktif bisa bekerja optimal.
  • Penanganan produk jadi
    Sama halnya dengan produk sintetik pabrik, produk herbal pun harus disimpan dalam kondisi yang baik. Jika tidak, maka produk akan berisiko terkontaminasi dan rusak.

Syarat Penggunaan Produk Herbal
Mengenai aspek keamanannya, sampai saat ini sebenarnya penggunaan bahan herbal yang diproduksi oleh perorangan masih diragukan keamanannya, terutama bagi pengobatan unggas. Hal ini dikarenakan proses pembuatan, penyediaan, maupun penggunaan produk herbal belum semuanya berstandar.
Menurut Kementerian Pertanian (keputusan Menteri Pertanian Nomor 453 Tahun 2000 tentang obat alami untuk hewan), peraturan dan standar pembuatan, penyediaan, dan peredaran produk herbal untuk hewan di Indonesia sama dengan produk sintetik, di antaranya yaitu:
  • Produk herbal yang diperuntukkan bagi hewan (termasuk unggas) harus aman bagi hewan, manusia, dan lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian ialah faktor kontaminasi tanaman herbal oleh logam berat dan insektisida.
  • Produk herbal harus memiliki khasiat/ efikasi sesuai tujuan pengobatan (untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, atau pemacu pertumbuhan) dan berkualitas dengan standar mutu yang sesuai (lolos uji di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan/BBPMSOH). Meski herbal telah diketahui mengandung bahan antioksidan, antibiotik, dan pemacu sistem kekebalan yang alami, penelitian yang mendalam harus terus dilakukan.
  • Ada pembatasan jumlah jenis bahan herbal/tanaman yang boleh digunakan dalam satu produk. Misalnya, dalam satu produk paling banyak terkandung 10 jenis tanaman. Hal ini dikarenakan proses pengujian yang sulit, lama, dan tidak murah.
  • Perlu ditelaah pula kemungkinan terjadinya “drug interaction” dari setiap jenis tanaman herbal jika di dalamnya terkandung lebih dari satu jenis herbal. Apakah sinergis, adisi, atau antagonis.
  • Perlu standarisasi ukuran/dosis yang digunakan. Misalnya, ukuran “segenggam” harus distandarkan dengan disebutkan satuan-satuannya, misal (berat = gram, volume = ml).
  • Perlu standarisasi dosis untuk berapa takaran/jumlah, waktu, dan frekuensi penggunaannya dalam sehari. Herbal yang digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu bisa berefek negatif bila penggunaannya tidak tepat dosis.

Belum semua produk herbal memenuhi standar karena dalam pengembangan produk herbal kerap menemui beberapa kendala, antara lain:
  • Budidaya tanaman
    Pada penggunaan produk herbal diperlukan penyediaan bahan baku yang kontinyu dan berkesinambungan agar produksi herbal tersebut tidak terhenti. Selama ini beberapa tanaman obat belum dibudidayakan secara meluas, melainkan hanya ditanam sesuai kebutuhan saja pada lahan kecil atau pekarangan yang hasilnya tidak direncanakan sebagai komoditi utama oleh peternak.
  • Standarisasi bahan baku
    Pada produksi herbal skala kecil, umumnya bahan baku yang digunakan belum terstandarisasi. Sebaliknya standarisasi bahan baku hanya dilakukan di tingkat industri besar saja yang sudah memproduksi bahan-bahan fitofarmaka (produk herbal dari bahan alam). Untuk memenuhi standarisasi diperlukan adanya ilmu farmakologi, terutama di bidang ekstraksi, analisis, dan teknologi proses sehingga dapat membuat bahan baku yang bisa dipertanggungjawabkan kualitas dan keempirisan (data hasil uji coba) kandungan kimianya. Selain itu, kualitas herbal juga sangat bervariasi tergantung pada kondisi penanaman, umur dan waktu panen, penanganan saat panen, serta penyimpanan.
  • Aplikasi dan dosis pemberian
    Penetapan cara aplikasi dan dosis produk herbal seringkali masih menjadi kendala bagi para peternak karena konsistensi dosis dari pemberian produk herbal pertama, kedua, dan seterusnya belum optimal (dosis kadang masih berubah-ubah). Hal ini disebabkan data dosis respon dari penelitian/studi klinis masih terbatas, belum semua jenis tanaman herbal telah melalui prosedur standar sampai uji klinis (Kusumaning, 2012).

Produk Sintetik Aman dan Direkomendasikan
Meski produk herbal telah diketahui memiliki banyak khasiat/manfaat, bukan berarti peternak unggas harus menggantungkan program medikasi (pemberian obat dan suplemen) hanya dari produk herbal. Bagaimanapun, obat sintetik yang saat ini banyak dijual di pasaran masih layak digunakan karena sebagian besar sudah terstandarisasi dan telah lulus uji potensi dan keamanan, baik skala laboratorium maupun uji langsung ke hewan/ternak.
Mengenai bahaya resistensi dan residu dari produk sintetik, terutama produk antibiotik sintetik, sebenarnya masih sangat mungkin kita hindari. Resistensi antibiotik bisa terjadi akibat: pemberian dosis yang tidak sesuai, pemilihan antibiotik yang tidak tepat, pengobatan yang tidak tuntas, pemberian antibiotik dari golongan yang sama digunakan secara terus-menerus, dan penyebab lainnya berasal dari bakteri itu sendiri, misalnya akibat bakteri mengalami mutasi genetik, enzim maupun perubahan reseptor pada tubuh bakteri tersebut.
Solusi yang tepat untuk mengatasi resistensi ini ialah dengan mengombinasikan antibiotik secara sinergis, serta yang terpenting yaitu melakukanrolling antibiotik. Yang dimaksud dengan rolling antibiotik adalah menggunakan atau memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan.
Sedangkan untuk menghindari adanya residu antibiotik dalam produk unggas, perhatian keterangan waktu henti obat sebelum ayam dipotong/dikonsumsi pada label kemasan obat. Jika pada label tertulis “Hentikan pemakaian obat 5 hari sebelum unggas dipotong untuk dikonsumsi” maka seharusnya pemberian obat kita hentikan 5 hari sebelum ayam pedaging dipanen. Dengan demikian diharapkan karkas ayam pedaging bebas dari residu antibiotik.
Terkait penggunaan produk herbal, tidak ada larangan untuk penggunaannya, namun sebaiknya pilih produk herbal yang sudah terstandarisasi. Beberapa perusahaan obat hewan, termasuk Medion, kini mulai mengembangkan beberapa produk herbal yang aman dan sudah terstandarisasi, baik kualitas bahan baku maupun produk jadinya. Contohnya Ammotrol yang berfungsi mengikat gas amonia dalam kandang, dan Kumavityang berperan sebagai suplemen multivitamin herbal yang mampu meningkatkan produktivitas ternak.
Salam.


Info Medion Edisi Agustus 2014
Artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).

0 komentar:

INFO

loading...