info terkini

loading...

Contoh Proposal usaha yang baik



 Proposal usaha merupakan sebuah rencana atau bisnis plan yang dituangkan dalam dokumen tertulis baik internal maupun eksternal mengenai usaha yang akan dijalani. Proposal kewirausahaan mencakup sasaran dan strategi yaitu suatu tujuan yang ingin dicapai dan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut sehingga calon investor dapat yakin dengan kesuksesan usaha anda.

Apakah penting membuat proposal usaha? Bukankah lebih baik langsung saja memulai usaha tersebut tanpa harus memikirkan proposal.

Ya, memang benar sebuah usaha itu yang paling penting adalah TAKE ACTION atau langsung melakukan, namun kita juga perlu memahami berbagai macam persoalan dan juga seluk-beluk dari sebuah usaha sehingga nanti nya usaha yang akan dijalani bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Nah, bagi anda yang mungkin sedang mencari contoh proposal kewirausahaan untuk memenuhi tugas sekolah/ kuliah ataupun untuk pengajuan proposal usaha pribadi, berikut kami berikan cara penulisan dan struktur proposal untuk anda.

Bagian Isi dari Proposal Kewirausahaan
A. Pendahuluan
Menjelaskan tentang :
1. Latar Belakang
2. Visi Dan Misi
3. Tujuan anda mendirikan usaha
4. Uraian secara singkat gambaran usaha yang akan atau sedang anda jalankan.


B. Profil Perusahaan
Menjelaskan tentang :
1. Jenis usaha,  jelaskan secara singkat dan spesifikasi usaha anda.
2. Nama perusahaan
3. Lokasi, cantumkan juga okasi usaha anda, lebih bagus lagi dilengkapi dengan foto dan denah, namun sabaiknya pilih lokasi strategis yang sangat menarik perhatian bagi calon investor.


C. Struktur Organisasi
Berisi tentang struktur organisasi perusahaan anda. Alangkah baiknya anda memberikan penjelasan tetang peran dan fungsi tugas masing-masing.

D. Produk Perusahaan
Menjelaskan tentang:
1. Jenis produk (berisi informasi produk yang akan anda pasarkan, yakinkan bahwa produk anda memiliki kualitas yang baik sehingga menarik perhatian investor).
2. Proses pembuatan produk (jelaskan bagaimana produk anda dapat dihasilkan mulai dari bahan, alat dan proses pembuatan)
3. Keunggulan produk ( jelaskan keunggulan produk anda dibandingkan kompetitor)


E. Target Pasar
Menjelaskan Tentang
1. Segmentasi pasar produk anda (contohnya kalangan konsumen dari golongan menengah – bawah dan lain sebagainya).
2. Target pemasaran produk anda (contohnya anak usia SD dan SMP dilingkungan sekolah dan lain sebagainya).

F. Promosi dan pemasaran
Berisi tentang:
1. Strategi promosi dan pemasaran (jelaskan bagaimana produk anda ditawarakan kepada konsumen, apakah melalui promosi pamflet, baner, door to door, person atau melalui jejaring sosial).


G. Laporan Keuangan.
Berisi tentang :
1. Alokasi dana
2. Perhitungan laba


H. Penutup
Tuliskan kata atau kalimat penutup dengan sopan sebagai penutup proposal yang anda buat

I. Lampiran
Berisi tentang :
1. Biodata pemilik usaha (Lampirkan juga cv anda sebagai owner atau pengelola usaha, surat izin dan lain sebagainya)
2. Surat perjanjian atau kalimat penting lainnya (berisi kontrak kerja, keuntungan kerja sama jika terjadi kesepakatan, dsb)



Adapun Contoh Proposal Kewirausahaan sebagai berikut:
Contoh Proposal Usaha Kripik Pisang

BAB I
LATAR BELAKANG

Ide Usaha
Dengan melihat dari perkembangan zaman yang semakin maju dan berkembang, kubutuhan manusia akan gizi juga semakin meningkatkan keyakin usaha saya dan akan berhasil serta berkembang.

Gagasan Usaha
Untuk mengantisipasi turunnya harga jual produk pertanian, khususnya produk makanan yaitu pisang serta mempertahankan perekonomian dan dapat menstabilkan usaha serta meningkatkan lapangan pekerjaan.

BAB II
RELEVANSI

1. Mengapa Usaha Keripik Pisang Sangat di Butuhkan?
Secara garis besar Indonesia merupakan negara yang agraris, tanah yang subur dangan hamparannya yang hijau. Hal tersebut sangat mendukung masyarakat Indonesia untuk meningkatkan hasil produksi dan pertanian. Berkualitas renda karena adanya pengaruh krisis

2. Kendala atau Masalah yang harus dipecahkan
Untuk dapat mengujudkan hal tersebut dalam pengembangan dan meningkatkan produk usaha kripik pisang menjadikan suatu produk yang berkualitas dan berkomoditas tinggi, maka dari itu kami terkendala dengan pembiayaan atau modal. Untuk itu kami sangat membutuhkan donator atau insvestor dalam hal permodalan.

BAB III
TINJAUAN DARI USAHA

Manfaat utama :
·         Menciptakan lapangan pekerjaan
·         Sebagai media untuk mencari data
·         Memenuhi kebutuhan konsumsi
·         Dengan adanya industri usaha kripik pisang ini masyarakat dan siswa memiliki kesempatan/ peluang untuk berwirausaha dan ketrampilan.
·         Terpenuhinya kebutuhan masyarakat sekitar dan siswa baik dalam lingkungan masayarakat maupun dalam lingkungan sekolah.

1. Kegiatan Masyarakat
Kegiatan perekonomian masyarakan dalam usaha industri dalam pembuatan kripik pisang direspon oleh masyarakat luas. Mudah dengan adanya program usaha pembuatan kripik ini sangat membantu mengurangi pengangguran yang ada.

2. Kebutuhan pasar.
Terhadap kebutuhan pangan di masyarakat terus meningkat. Bagi masyarakat produk kripik pisang merupakan produk yang memiliki cita rasa yang sangat berbeda dari makan ringan lainnya.

3. Bahan baku usaha.
Sebagian besar daerah kita dekat dengan masyarakat, pada umumnya bertempat tinggal yang dikelilingi oleh para petani, sehingga sangat mudah memperoleh bahan piasang tersebut untuk diolah menjadi kripik pisang.

4. Tenaga pengelola.
Untuk usaha pembuatan kripik pisang ini dikelola dengan rumah produksi yang berbasis industri dan para pekerja mayoritas warga setempat

5. Kelebihan usaha kripik Pisang
– Nutrisi tidak hilang, karena digoreng pada suhu rendah (80-85oC)
– Tekstur warna pada permukaan pisang tidak gosng
– Enak dan renyah


BAB IV
Kegiatan dari usaha

Metodologi pembuatan produk
Alasan kami memilih usaha kripik pisang. Karena Bahan baku untuk membuat kripik sangat mudah diperolehnya. Adapun cara dan bahan-bahan dalam membuat kripik pisang tersebut saya mempunyai bahan untuk membuat kripik pisang sebagai berikut:

Bahan baku :
– Pisang
– Penyedap rasa
– Balik modal secara cepat 4 sampai dengan 6 bulan
– Pasar terbuka lebar, bahkan peluang ekspor yang sangat besar
– Proses produksi dan pengelolaan usaha sangat gampang


Peralatan :
– Kompor Gas
– Alat Pemotong Pisang atau Pisau
– Penjepit Plasit


Langkah Membuat:
Langkah pertama kita membuat suatu irisan pisang dengan cara mengiris secara tipis dan kecil. Setelah itu potongan pisang tersebut kita masukan kedalam penyedap rasa yang anda sediakan, kemudian pisang yang sudah di iris anda masukan langsung kedalam minyak goreng, setelah digorang anda tirisikan dan tunggu pisang tersebut hingga dingin dan silahkan anda kemas dengan baik.

Rincian Biaya
Modal awal :
1. Membuat surat izin usaha : Rp 150.000
2. Membuat spanduk atau lebel : Rp. 100.000
3. Alat masak/ kompor gas : Rp. 500.000
4. Pisau dapur : RP. 1.500.000
5. Alat penjepit plastik : Rp. 500.000
Jumlah Total Modal Awal: RP. 2.750.000


Modal Perminggu :
1. Biaya kemasan : Rp. 30.000
2. Bahan baku :
– pisang 20 kg : Rp. 140.000
– tepung ½ kg : Rp. 7000
– penyedap rasa : Rp. 10.000
3. Biaya transportasi kendaraan : Rp. 100.000


Pengeluaran Perbulan:
Rincian perminggu:
Bahan baku : Rp.312.000/ 1 bulan
• Transportasi : Rp. 200.000minggu
• pengemasan atau packing : Rp. 30.000/minggu
• karyawan 10 orang :Rp. 100.000/minggu
Jumlah : Rp. 643.000/minggu
Total pengeluaran perbulan = 4 x 443.000 =Rp 1.772.000

(Pengeluaran perbulan+ Modal awal )
(Rp.1.772.000+ Rp.2.750.000) =Rp 4.522.000
Total pengeluaran =Rp.4.522.000


Pemasukan:
• Keripik pisang 60 bungkus
• Perminggu minimal 40 bungkus
• Untuk harga setiap bungkusnya Rp 5.000 ( ¼ kg )
• Jumlah pemasukan/ hari = jumlah keripik x harga
60 bungkus x 5.000  =  Rp. 300.000/ hari
• untuk pendapatan perbulannya = 4 x 1.200.00 = Rp 4.800.000
sedangkan untuk keuntungan.
Keuntungana perbulan =  (pemasukan dan pengeluaran setiap bulannya)
= (Rp.4.800.000 – Rp.1.200.000)
= Rp. 3.600.000


BAB V
PENUTUP

Hasil pertanian seperti pisang ternyata bisa ditingkatkan menjadi produksi berkomoditas yang menghasilkan produksi bahan berkualitas dari keripik pisang. Dan dapat meningkatkan kebutuhan dari masyarakat juga untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat untuk berwirausaha


Demikian ulasan secara singkat mengenai cara dan contoh membuat proposal usaha semoga bermanfaat untuk anda. 
untuk proposal yang lain  format nya  sama  saja  tinggal  menyesuaikan  



0 komentar:

Kecernaan Invitro


I.        


 
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pakan menjadi masalah yang sering dihadapi peternak rakyat dalam meningkatkan performa ternak ruminansia terlebih pada saat musim kemarau. Ketersediaan pakan konvensional pada musim kemarau relatif rendah. Selain itu juga terjadi penurunan kualitas pakan seperti rendahnya daya cerna serta kandungan nutrien. Sedangkan kebutuhan pakan hijauan ternak ruminansia adalah 10% dari bobot badannya (Sugeng, 2004).

Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007). Jenis limbah pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi (Djajanegara, 1999). Jerami padi sering digunakan peternak karena tersedia dalam jumah besar, harganya murah serta berkesinambungan. Menurut Lahay dan Rinduwati (2007) sumber pakan sebaiknya memenuhi kriteria lebih murah, berkesinambungan, bergizi baik dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Jerami padi merupakan sisa dari pemanenan padi yang terdiri dari batang dan daun. Jerami padi memiliki kandungan protein kasar lebih rendah daripada rumput sedangkan kandungan serat kasarnya lebih tinggi. Serat kasar jerami padi sebagian besar berikatan dengan lignin dan silika yang mencapai 13 persen dari bahan kering. Tingginya lignin dan silika ini berdampak pada rendahnya kecernaan. Menurut Murni et al. (2008), kendala utama pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak adalah nilai nutrisi dan kecernaan yang rendah. Serat kasar secara fisik dan kimia menjadi salah satu faktor penyebab ternak tidak mampu mencerna bahan pakan.

Peternak pada umumnya menggunakan konsentrat sebagai pakan sumber energi bagi ternak. Konsentrat merupakan campuran bahan pakan ternak yang mutu gizinya baik dan mudah dicerna oleh ternak, dengan kandungan protein yang tinggi dan kandungan serat kasarnya rendah. Konsentrat ditambahkan ke dalam pakan untuk meningkatkan gizi (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

 Harga konsentrat untuk pakan ternak ruminansia di nilai oleh masyarakat masih tergolong mahal sehingga kurang efisien untuk peternak rakyat. Dedak padi dan onggok merupakan jenis pakan sumber energi yang bisa digunakan oleh peternak sebagai pengganti konsentrat karena harganya yang murah dan mudah didapat. Onggok mengandung protein kasar 2,95%, lemak 0,35%, serat kasar 7,28% dan BETN 71,64%. Substitusi onggok sebagai bahan pakan masih dihadapkan pada masalah rendahnya kandungan protein dan rendahnya kecernaan (Anshari, 2010). Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak padi (Parakkasi, 1995). Dedak padi mengandung 10,6% air, 4,1% protein, 32,4% bahan ekstrak tanpa N, 35,3% serat kasar, 1,6% lemak dan 16% abu (Supriyadi, 2013).

 Onggok dan dedak padi cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan sumber energi dalam ransum ternak ruminansia. Namun rendahnya nutrien yang terkandung pada onggok dan dedak padi menjadikan aktivitas mikroba dalam rumen kurang optimal. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja mikroba rumen adalah dengan memberikan pakan Penunjang Kinerja Mikroba rumen (PKM) dalam ransum untuk meningkatkan kecernaan dan kandungan nutrisi bahan pakan. Molases digunakan sebagai bahan pakan sumber energi (C), urea sebagai sumber N dan minyak untuk melepaslambatkan pakan. Pakan sumber energi dapat mensuplai unsur karbon yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba. Imbangan C/N yang cukup tetap dapat menumbuhkan bakteri dalam rumen. Imbangan Carbon (C) dan Nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme.

Setiap bahan pakan memiliki nilai kecernaan yang berbeda-beda baik pakan sumber serat maupun pakan sumber energi. Nilai kecernaan pakan perlu diketahui karena nenentukan seberapa banyak nutrien yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh ternak ruminansia sehingga berpengaruh terhadap kualitas pakan. Sedangkan fermentabilitas diperlukan untuk mengetahui mikroba dalam rumen tetap dapat hidup. Untuk mengetahui nilai kecernaan pakan dapat diukur dengan teknik in vitro. Teknik in vitro merupakan teknik pengukuran kecernaan yang dapat dilakukan di laboratorium dengan meniru kondisi rumen sebenarnya (Mulyawati, 2009).

B.       Rumusan Masalah
Jerami padi diketahui memiliki kandungan serat kasar tinggi yang tidak dapat dicerna karena tingkat lignifikasi selulosa yang tinggi sehingga kecernaannya juga menurun (Mahr-un-Nisa et al., 2001).  Menurut Orden et al. (2000) selain kandungan lignin yang tinggi, jerami juga memiliki kandungan nitrogen yang rendah. Nitrogen yang berasal dari protein maupun nitrogen non protein (NPN) dibutuhkan untuk sintesis protein mikroba rumen. Mikroba rumen akan menghidrolisis protein dan nitrogen non protein (NPN) menjadi peptida dan asam amino yang selanjutnya didegradasi menjadi amonia (NH3). Amonia ini dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba jika tersedia sumber energi yang mudah terfermentasi. Pemberian urea sebagai bahan pakan sumber nitrogen (N) dan molases sebagai bahan pakan sumber energi (C) secara bersamaan bertujuan untuk mengoptimalkan sintesis protein mikroba rumen. Urea merupakan sumber pakan nitrogen yang mudah terdegradasi sehingga minyak ditambahkan untuk melepaslambatkan urea sehingga terjadi sinkronisasi antara N dan C.

Shabi et al. (1998) menyatakan bahwa aktivitas mikroba akan optimal dalam memanfaatkan nitrogen pakan jika tersedia energi yang cukup dan sesuai fermentabilitasnya dengan nitrogen tersebut. Pemberian molases saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mikroba rumen. Penyediaan energi dari molases hanya bersifat sementara karena molases merupakan pakan sumber energi yang mudah terfermentasi. Oleh karena itu dibutuhkan pakan sumber energi lain yang fermentabilitasnya lebih lambat daripada molases untuk menyediakan energi yang dibutuhkan mikroba rumen. Umumnya konsentrat digunakan sebagai pakan sumber energi karena nutrisinya bagus untuk ternak ruminansia. Penggunaan konsentrat sebagai pakan sumber energi di nilai masih kurang efisien karena harga konsentrat cenderung mahal. Dedak padi dan onggok diharapkan dapat menggantikan konsentrat sebagai pakan sumber energi karena harganya lebih murah serta mudah didapat.

Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui bahan pakan sumber energi yang dapat meningkatkan nilai kecernaan dan fermentabilitas ransum berbahan dasar jerami padi. Nilai kecernaan menunjukkan seberapa banyak nutrien yang dapat dikonsumsi dan dicerna oleh ternak sedangkan fermentabilitas menentukan apakah mikroba dalam rumen tetap dapat hidup. Nilai kecernaan dan fermentabilitas dapat diukur dengan teknik in vitro.

C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan pakan sumber energi dalam ransum berbahan dasar jerami padi terhadap nilai kecernaan dan fermentabilitas ransum.







 
HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah penggunaan bahan pakan sumber energi dalam ransum berbahan dasar jerami padi berpengaruh terhadap kecernaan dan fermentabilitas ransum.



II.      TINJAUAN PUSTAKA
A.      Sapi
Menurut Romans et al., (1994) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Phylum            : Chordata
Subphylum      : Vertebrata
Class                : Mamalia
Sub class         : Theria
Infra class        : Eutheria
Ordo                : Artiodactyla
Sub ordo         : Ruminantia
Infra ordo        : Pecora
Famili              : Bovidae
Genus              : Bos (cattle)
Group              : Taurinae
Spesies            : Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus     (sapi India/sapi zebu)
Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)

Sistem pencernaan sapi adalah rangkaian proses yang terjadi terhadap pakan yang dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai sumber nutrisi untuk produksinya (Parakkasi, 1995).

Hewan ruminansia seperti sapi memiliki perut besar, mempunyai ruang dan kebanyakan kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar. Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri atas bakteri, protozoa dan jamur yang mampu memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain fermentasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesis asam amino dan pencernaan protein mikrobial. Lebih kurang 60-70% pakan ruminansia terdiri atas serat kasar, karbohidrat, lignin, selulosa dan hemiselulosa. (Tillman et al.,1991).

Menurut Rangkuti et al., (1985) ruminansia mempunyai empat lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang pada waktu yang sama.

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumbuhan ternak sangat tergantung dari imbangan protein energi yang bersumber dari pakan yang dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993). Pakan yang diberikan bukan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi rasa lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1994).

B.       Sistem Percernaan dan Metabolisme Nutrien
Pencernaan merupakan pengolahan pakan sejak masuk mulut hingga pakan dapat di absorbsi oleh usus (Frandson, 1992). Menurut Maynard dan Loosi (1969) pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan. Saluran pencernaan hewan berfungsi untuk mencerna dan mengabsorbsi nutrien serta mensekresikan sisanya sebagai kotoran.

Lambung ternak ruminansia terdiri dari empat bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut buku) dan abomasum (perut sejati). Bagian lambung yang mampu memanfaatkan selulosa dari pakan adalah rumen, karena di dalamnya terdapat mikrobia yang mampu memproduksi enzim selulotik yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi glukosa (Rahmadi et al., 2003). Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8% dan abomasum 7-8% (Srigandono, 1996). Bagian lain dari lambung ternak ruminansia juga memiliki fungsi yang berbeda-beda, yang membantu proses pencernaan.

 Retikulum merupakan lambung bagian depan. Bagian dalam retikulum mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla) yang menyerupai rumah tawon, berfungsi untuk absorbsi. Bagian ini dapat menolak pakan kasar yang harus dikunyah lagi di dalam mulut atau merusaknya ke dalam rumen untuk dicerna oleh mikrobia. Omasum terletak di sebelah kanan garis median atau di sebelah rusuk ke 7 – 11, berbentuk elips dan dihubungkan dengan retikulum oleh saluran sempit dan pendek yang disebut orificium reticulo omasal. Fungsi dari omasum adalah untuk mengatur arus ingesta ke abomasum melalui orificium reticulo omasal, menyaring partikel yang besar serta absorbsi partikel pakan dan air. Abomasum merupakan bagian lambung ruminansia yang sama seperti perut nonruminansia. Abomasum terletak di dasar rongga perut dan terdiri dari tiga bagian, yaitu Cardia (berhubungan dengan omasum), Fundica (merupakan bagian terbesar) dan Pylorica (merupakan bagian terkecil yang berhubungan dengan duodenum) (Soetanto, 2007).

Proses pencernaan pada ternak ruminansia dibagi menjadi tiga yaitu pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif (Suwandi, 1997). Di dalam mulut terjadi pencernaan mekanik dimana pakan bercampur dengan salivadan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Ismail, 2011). Dari mulut pakan akan menuju retikulum untuk dipisahkan antara pakan yang masih kasar dengan pakan yang halus. Pakan yang masih kasar dikembalikan ke rongga mulut untuk dikunyah kembali, sedangkan pakan halus akan diteruskan ke dalam rumen dan mengalami pencernaan fermentatif. Proses fermentasi terjadi dengan bantuan mikroorganisme terutama bakteri anaerob dan protozoa (Suwandi, 1997). Fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan NH3, serta gas-gas (CO2, H2 dan CH4) yang akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Arora, 1995). Setelah mengalami pencernaan fermentetif di dalam rumen, selanjutnya pakan mengalami pencernaan hidrolisis oleh enzim yang disekresikan oleh omasum dan abomasum (Rahmadi et al., 2003).


1.        Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam kehidupan mikroorganisme rumen dan ruminan itu sendiri (Parakkasi, 1998). Karbohidrat mengandung zat carbon (C), hydrogen (H) dan zat oxygen (O) dalam perbandingan yang berbeda-beda. Karbohidrat merupakan zat organik utama yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50% sampai 70%  dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak. Karbohidrat digolongkan menjadi monosaccharida (gula-gula sederhana), disaccharida (dua molekul dari gula-gula sederhana), trisaccharida (tiga molekul dari gula-gula  sederhana), dan polysaccharida (banyak molekul dari gula-gula sederhana) (Anggorodi, 1979).

Pemecahan karbohidrat di dalam rumen terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana secara hidrolisisdan menghasilkan produk utama berupa glukosa. Tahap kedua glukosa tersebut difermentasi oleh mikrobia rumen menjadi asam-asam lemak terbang atau asam lemak berantai pendek (Volatile Fatty Acid atau VFA). VFA terdiri dari asam asetat, asam propionat dan asam butirat (Nugraha et al., 2001). Degradasi karbohidrat dalam rumen juga menghasilkan karbondioksida (CO2), H2O dan metan (CH4) (Widodo et al., 2012).

VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat dijadikan tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998).    Konsentrasi VFA pada umumnya menurun dengan meningkatnya keasaman rumen. Upaya untuk menjaga apar pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya hijauan dengan proporsi yang memadai di dalam ransum (± 40% dari total ransum atau dengan kadar serat kasar sekitar 20%) dimana 70% dari serat kasar ini harus dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat merangsang produksi saliva selama proses ruminasi (Soetanto, 2007). Kisaran produk VFA cairan rumen normal yang mendukung pertumbuhan mikroba adalah 80 sampai 160 mM (Sutardi, 1980).

2.        Metabolisme Protein
Protein adalah zat organik yang mengandung carbon, hydrogen, nitrogen, oxygen, sulfur dan phosphor. Tumbuhan mampu membentuk asam amino (dan protein) dengan melalui proses photosynthesis sedangkan hewan termasuk ternak ruminansia tidak mampu melakukannya. Oleh karena itu ternak perlu mendapat zat-zat tersebut langsung dari pakan yang diperoleh atau dari bakteri yang mengandung zat-zat tersebut. Protein sendiri memiliki fungsi untuk memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme energi, metabolisme zat-zat vital  dalam fungsi tubuh, enzim yang esensial bagi fungsi tubuh yang normal dan hormon-hormon tertentu (Anggorodi, 1979).

Pada ternak ruminansia, penggunaan protein makanan lebih kompleks. Terdapat pencernaan mikrobial dan sintesa yang terjadi dalam retikulo-rumen sehingga protein yang masuk saluran pencernaan adalah campuran protein pakan dan protein jasad renik (mikrobial) (Tillman et al., 1991). Protein dalam pakan yang masuk ke dalam rumen akan didegradasi dan difermentasi menjadi amonia, asam lemak terbang dan gas CH4. Fermentasi protein oleh bakteri dilakukan dengan menghidrolisis pakan menjadi asam amino dan polipeptida menjadi peptida berantai pendek yang diikuti dengan proses deaminasi untuk membebaskan amonia (Ismail, 2011). Menurut Kamal, (1994) apabila amonia dibebaskan dengan cepat maka amonia diabsorbsi melalui dinding rumen dan sangat sedikit yang dipakai oleh bakteri. Kemudian amonia masuk peredaran darah dan dibawa ke hati untuk diubah menjadi urea dan dikeluarkan melalui urin.

Lebih kurang 92% mikrobia menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen guna sintesis protein tubuhnya. Antara 60-90% konsumsi nitrogen per hari dikonversikan menjadi amonia dan antara 50-70% nitrogen bakteri berasal dari amonia. Kadar amonia optimum untuk sintesis mikrobia rumen berkisar 3,57-7,14 mM atau 20-250 mg/L (Rahmadi et al., 2003). Kandungan protein kasar yang kurang dari 7% akan membuat aktivitas mikrobia rumen tertekan karena kekurangan amonia sehingga menurunkan pencernaan karbohidrat dan mempengaruhi kandungan asam lemak terbang yang dihasilkan. Sebaliknya, bila kadar amonia di dalam rumen terlalu tinggi maka absorbsi amonia di dalam hati berlebihan dan perombakan urea akan kalah cepat. Akibatnya, kadar amonia dalam peredaran darah perifer menjadi naik dan terjadi keracunan yang dapat mengakibatkan kematian (Kamal, 1994).

C.      Kecernaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kecernaan suatu pakan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bahwa bagian tersebut diserap oleh hewan (McDonald et al, 2010). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa pengukuran daya cerna merupakan suatu usaha untuk menentukan jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna dapat ditentukan dengan cara mengukur bahan makanan yang dimakan dan kotoran yang dikeluarkan.

Nilai kecernaan adalah tanda awal ketersediaan nutrien dalam bahan pakan ternak tertentu. Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya nutrien yang disalurkan pada ternak, sedangkan kecernaan yang rendah menunjukkan bahan pakan tersebut belum bisa memberikan nutrien bagi ternak baik untuk hidup pokok ataupun untuk produksi. Kecernaan dapat dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan organik sehingga dalam prosentase dapat disebut koefisien cerna (Jovitry, 2011). Nilai koefisien cerna bahan kering maupun organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan serta seberapa besar manfaat pakan bagi ternak (McDonald et al., 2010).

Jumlah nutrien dalam pakan dapat dicari dengan cara analisis kimia, sedangkan jumlah nutrien yang dicerna dapat dicari apabila pakan telah mengalami proses pencernaan. Nutrien yang dicerna diketahui dengan analisis biologis yang diikuti dengan analisis kimia untuk nutrien yang terdapat dalam feses. Jumlah nutrien tercerna dapat diketahui apabila jumlah nutrien dalam pakan dan nutrien dalam feses telah diketahui (Kamal, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan yang lain, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Menurut Tillman et al. (1998), salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecernaan suatu pakan adalah kandungan serat kasar. Tinggi rendahnya kandungan serat kasar akan mempengaruhi kemampuan mikroba rumen dalam mencerna serat kasar sehingga mempengaruhi nilai KcBK (Van Soest, 1994).

Nilai kecernaan dapat menurun karena kandungan serat kasar pakan yang meningkat, begitu juga sebaliknya. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan ransum, komposisi kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994). Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrien dalam pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi Kecernaan bahan organik (Tillman et al., 1991).

D.      Teknik In Vitro
Teknik In Vitro atau teknik rumen buatan adalah suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam tabung fermentor dan menggunakan larutan penyangga yang merupakan saliva buatan (Widodo, 2012). Prinsip dari teknik In Vitro dilakukan dalam dua tahap, yang pertama adalah pencernaan struktural atau secara fermentatif oleh mikrobia dengan menginkubasi bahan pakan selama 48 jam dalam cairan rumen yang mengandung buffer dalam kondisi anaerob. Tahap kedua yaitu pencernaan enzimatis oleh larutan asam dan pepsin selama 48 jam seperti kondisi abomasum. Ketepatan hasil kecernaan In Vitro dipengaruhi oleh pH cairan rumen, jumlah cairan rumen, jumlah dan ukuran partikel sampel sarta suhu inkubasi dan lama fermentasi (Rahmadi et al., 2003).

Metode In Vitro dilakukan dalam dua tahap, diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu dengan memasukkan 0,25 gram sampel ke dalam tabung fermentor. Kemudian ditambah 25mL larutan McDougall (buffer) dan cairan rumen yang sudah dicampur sebelumnya dengan suhu 39ºC, serta dialiri gas CO2 selama 30 detik. Setelah itu sampel diinkubasi selama 48 jam dalam keadaan anaerob. Tahap kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan asam hidroklorit (HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam. Tahap kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat tersebut dapat digunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik (Tilley & Terry, 1963).

Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 40-420C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila pH rumen berkisar antara 6,7 - 7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat (Johnson, 1996).









III.    MATERI DAN METODE PENELITIAN
A.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Fakulas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.

B.       Materi Penelitian

1.        Bahan Penelitian
a.         Jerami padi
          Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi berkadar air 60%. Jerami padi diperoleh dari desa Jagoan, Kecamatan Sambi, Boyolali. Kandungan nutrien jerami padi dapat dilihat pada Tabel 2.
b.         Konsentrat
Konsentrat sebagai bahan pakan sumber energi diperoleh dari desa Jagoan, Kecamatan Sambi, Boyolali. Kandungan nutrien dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2.
c.         Dedak padi
          Dedak padi sebagai pakan sumber energi diperoleh dari desa Jagoan, Kecamatan Sambi, Boyolali. Kandungan nutrien dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2.
d.        Onggok
          Onggok sebagai pakan sumber energidiperoleh dari Banjarnegara. Kandungan nutrien onggok dapat dilihat pada Tabel 2.
e.         PKM (Pemacu Kinerja Mikroba)
          PKM yang digunakan diperoleh dari desa Jagoan, Kecamatan Sambi, Boyolali. Komposisi PKM dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi PKM
Komposisi PKM
(% BK)
Urea
4,29
Molases
26,79
Minyak
12,99
Bungkil sawit
47,36
Vitamin & Mineral
8,57
          Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Penyususn Ransum (%BK)
Bahan
Ransum
BK
(%)
SK
PK
LK
Abu
BETN5)
TDN6)
(%)
Jerami padi1)
87,5
32,5
1,44
4,21
17,4
44,45
47,41
Konsentrat3)
88,47
18, 04
15,55
5,44
7,58
41,85
67,97
Dedak padi1)
91
13,9
8,6
13
13,6
50,9
82,95
Onggok2)
89
21,5
18,42
5,54
10,12
44,42
79,0
PKM4)
78,05
12,1
13,35
5,6
9,32
59,63
72,53
Sumber :  1) Hasil analisis laboratorium PAU IPB (2011)
2)Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak Departemen  Peternakan. FP -   USU (2001)
3) Hasil analisis proksimat CV. Chemix Pratama
4)  Sutardi, 1981 & Hartadi et al., 1997
5) BETN = 100 - (PK+SK+LK+ABU)
6) Hasil Perhitungan sesuai petunjuk perhitungan Hartadi (1990)
a) TDN = -26,685 + 1,334 (SK) + 6,589 (LK) + 1,423 (BETN) + 0,967 (PK) - 0,002 (SK)2 – 0,670 (LK)2 - 0,024 (SK) (BETN) - 0,055 (LK) (BETN) – 0,146 (LK) (PK) + 0,039 (LK)2 (PK)
b) TDN = -54,820 + 1,951 (SK) + 0,061 (LK) + 1,602 (BETN) + 1,324 (PK) - 0,027 (SK)2 + 0,032 (LK)2 – 0,021 (SK) (BETN) + 0,018 (LK) (BETN) + 0,035 (LK) (PK) - 0,0008 (LK)2 (PK)
c) TDN = 22,822 - 1,440 (SK) –2,875 (LK) + 0,655 (BETN) + 0,863 (PK) + 0,020 (SK)2 - 0,078 (LK)2 + 0,018 (SK) (BETN) + 0,045 (LK) (BETN) – 0,085 (LK) (PK) + 0,020 (LK)2 (PK)


f.          Ransum perlakuan
          Bahan penyusun ransum diformulasikan ke dalam enam jenis perlakuan. Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut :
P0 = jerami padi 100%
P1= jerami padi 50% + konsentrat 49% + urea 1%
P2=jerami padi 49% + konsentrat 30% + PKM 21%
P3 =jerami padi 49% + dedak padi 30% + PKM 21%
P4 = jerami padi 49% + onggok 30% + PKM 21%
Kandungan dan komposisi nutrien masing-masing perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan dan Komposisi NutrienRansum Perlakuan (%BK)
BahanRansum
Ransum Perlakuan (%)
P0
P1
P2
P3
P4

Jerami padi
100
50
49
49
49

Konsentrat
0
49
30
0
0

Dedak padi
0
0
0
30
0

Onggok
0
0
0
0
30

PKM
0
0
21
21
21

Urea
0
1
0
0
0

Jumlah
100
100
100
100
100

Kandungan nutrien






SK
28,22
25,8
22,64
21,14
24,92

PK
3,94
8,04
6,09
8,63
9,04

LK
4,5
2,65
7,139
5,99
4,9

BETN
47,64
45,99
49,57
48,55
47,63

TDN
52,68
50,58
63,35
62,05
62,16

 Sumber : Hasil perhitungan berdasarkan data Tabel 2.
g.         Cairan Rumen
          Cairan rumen yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sapi berfistula rumen sebanyak 3 ekor.

h.         Larutan Mc. Dougall (Saliva Buatan)
Komposisi saliva buatan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4. Komposisi Larutan Mc. Dougall
Bahan
Jumlah (gr) dalam 2 liter air
Na HCO3
98,034
Na2HPO4.7H2O
46,256
KCL
5,706
NaCL
4,708
MgSO4.7H2O
1,214
CaCl2
0,405
Sumber : Soebarinoto et al., (1991)
2.        Alat In Vitro
Alat yang digunakan dalam teknik In Vitro adalah tabung fermentor, waterbath, alat destilasi uap, alat titrasi, spektrofotometer, pH meter dan tabung gas CO2.
C.      Pelaksanaan Penelitian
1.        Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengumpulan sampel yang diperoleh dari desa Jagoan, kecamatan Sambi, Boyolali dan Banjarnegara serta pengambilan cairan rumen dari sapi PO berfistula rumen sebanyak 3 ekor. Sampel yang akan digunakan kemudian digiling dan di saring kemudian ditimbang.
2.        Tahap Pelaksanaan
a.         Pengukuran kecernaan
Kecernaan bahan kering dan bahan organik diuji secara in vitro menggunakan metode Tilley & Terry (1963). Metode in vitro dilakukan dalam dua tahap, diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu dengan memasukkan 0,25 gram sampel ke dalam tabung fermentor. Kemudian ditambah 25mL larutan McDougall (buffer) dan cairan rumen yang sudah dicampur sebelumnya dengan suhu 39ºC, serta dialiri gas CO2 selama 30 detik. Setelah itu sampel diinkubasi selama 48 jam dalam keadaan anaerob. Tahap kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan asam hidroklorit (HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam.
 Tahap kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat tersebut dapat digunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik. Pembuatan blanko sama seperti perlakuan in vitro, akan tetapi tidak menggunakan sampel, hanya campuran antara cairan rumen dan larutan Mc. Dougall saja yang di in vitro.

b.         Pengukuran fermentabilitas
Tahap awal pengukuran fermentabilitas sama dengan tahap awal pengukuran kecernaan, namun sampel hanya diinkubasi selama 4 jam. Kemudian sampel disaring dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Substrat tersebut akan membentuk endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening di bagian atas.

Pengukuran produksi VFA dilakukan dengan cara 5 ml larutan supernatan dimasukkan tabung suling khusus kemudian secara hati-hati ditambahkan 1ml H2SO4 15%. Sebelumnya tabung suling dimasukkan dalam labu suling berisi aquades 600 ml yang telah dihubungkan dengan pendingin Leibig dan dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang telah berisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi dihentikan ketika volume erlenmeyer telah mencapai 100 ml, selanjutnya diberi indikator Phenolpthalin (PP) 2 tetes kemudian dititrasi dengan HCl 0,5% hingga terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml NaOH 0,5 N yang telah diberi indikator PP 2 tetes kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N (Widodo et al., 2012).

Analisa konsentrasi NH3 menggunakan spektrofotometer. Penggunaan konsentrasi NH3 menganut metode Raneff dengan menggunakan spektrofotometer. Langkah mengukur konsentrasi NH3 adalah sebagai berikut :
1)        1 ml larutan A (Tungstat) + 2 ml cairan rumen dicampur + 1ml laruttan B dingin (simpan dalam almari es) kemudian dicampur.
2)        Campuran langsung disimpan dalam freezer selama 48 jam. Sentrifuge sampel pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
3)        Pada tabung yang lain ditambahkan 20µl supernatant campuran + 2,5 ml larutan C + 2,5 ml larutan D campur secepatnya
4)        Inkubasi pada waterbath 40ºC selama 30 menit sampai terbentuk warna biru dan dinginkan dalam suhu ruang. Setelah itu baca dengan spektrofotometer pada λ 630 nm (Chaney dan Marbach, 1962).
Pengukuran pH dilakukan pada cairan rumen yang sudah melalui uji kecernan tahap pertama, dengan menggunakan pH meter. Kisaran pH rumen adalah 6,7-7,0 (Johnson, 1996).

3.        Peubah Penelitian
a.         Kecernaan bahan kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering ditentukan dengan metode Tilley da Terry (1963). Kecernaan bahan kering dihitung dengan rumus :
KcBK = BK sampel – (BK residu – BK Blanko) / BK sampel x 100%
b.         Kecernaan bahan organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik ditentukan dengan metode Tilley da Terry (1963). Kecernaan bahan organik dihitung dengan rumus :
KcBO = BO sampel – (BO residu – BO Blanko) / BO sampel x 100%
c.         Produksi VFA
Produksi VFA total dihitung dengan rumus :
VFA total = (Y-Z) x N HCl x 1000/5 mM
Keterangan :
Y: ml HCl yang dibutuhkan untuk titrasi 5ml NaOH larutan blanko
Z : ml HCl yang dibutuhkan untuk titrasi hasil destilasi.

d.        Konsentrasi NH3
Penentuan NH3 dilakukan dengan spektrofotometer dan menggunakan metode Raneff (Chaney dan Marbach, 1962).
e.         pH Rumen
pH rumen diukur dengan menggunakan pH meter sebelum sampel disentrifus. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi dengan menggunakan aquades, pH 4 atau pH 7.
D.      Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam atau analysis of Variance (ANOVA) dan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan percobaan ini terdiri dari enam perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak enam kali.
Model matematika yang digunakan adalah : 
Yij =µ + αi +
Keterangan :
Yij       = Nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j
m          = Nilai tengah perlakuan ke-i
αi         = Pengaruh perlakuan ke-i
       = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
(Gaspersz, 1991).
Apabila diperoleh hasil data berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda antar mean yaitu Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Steel and Torrie, 1995).






E.       Rencana Kegiatan Penelitian
Tabel 5 . Rencana kegiatan penelitian
No.
Kegiataan
Bulan
Juli
Agust
Sept
Okto
Nov
Des
1
Pengajuan judul






2
Pengajuan proposal






3
Seminar proposal






4
Persiapan penelitian






5
Penelitian






6
Pengumpulan data






7
Analisis data






8
Penulisan laporan






9
Seminar hasil












 
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Anshari, M.F. 2010. Pengaruh Pengukusan Onggok dan Suplementasi Methionine Hidroxy Analog dalam Ransum Terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Naskah Publikasi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba padaRuminansia. Cetakan ke dua. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta. (Diterjemahkan olehR. Murwani).
Chaney, A. L. dan E. P. Marbach, 1962. Modified Reagent for Determination of Urea and Ammonia. Clinical Chemistry 8: 130-132
 Djajanegara, A. 1999. Local Livestock Feed Resource. In : Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asia Financial Crisis. RAP Publication 1999/37. Bangkok FAO Regional Office for Asian and the Pacific. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gasperz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung.
Hardjosubroto, W. dan M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hartadi. H, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekoyo, Tillman A. D, Kearl LC, Harris L. E. 1980. Tabel-tabel Komposisi Bahan Makanan tenak untuk Indonesia. Logan Utah. Utah University.
Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak lemuru dan Seng ke Dalam Ransum yang Mengandung Silase Pod Kakao dan Urea untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ismail, R. 2011. Pengaruh Penggunaan Limbah Tape Singkong dalam Ransum Terhadap Konsentrasi NH3 dan Produksi Gas Total pada Cairan Rumen Domba (In Vitro). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. http://rismanismail2.wordpress.com/2011/06/03/fisiologi-pencernaan-ruminansia-part4/. Diakses tanggal 18 Juli 2014.
Jhonson, R. 1966. Techniques and procedures for in vitro and in vivo rumen studies. J.Animal Science. 25 : 825 – 875.
Jovitry, I. 2011. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Daun Tanaman Indigofera sp. yang Mendapat Perlakuan Pupuk Cair untuk daun. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakutas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lahay, N. dan Rinduwati. 2007. Meningkatkan Nilai Nutrisi Feses Broiler dan Feses Puyuh dengan Teknologi Efektivitas Mikroorganisme sebagai Bahan Pakan Broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. hlm. 567-571.
Mahr-un-Nisa, Sarwar, M., and Khan, M. A., 2004. Nutritive value of urea treated wheat straw ensiled with or without corn steep liquor for lactating nili-ravi buffaloes. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17(6):825-829. Mariyono dan Romjali E., 2007. Petujuk Teknis Teknologi Pakan Murah Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pasuruan.
Maynard, L. A., J. K. Lossley., H. F. Hintz and R. G. Warner. 1979. Animal Nutrition7th. Mc Graw-Hill Book Company, New Delhi.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2010. Animal Nutrition. Seventh Edition. Ashford Colour Press. Gosport.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Longman, London.
Mulyawati, Y. 2009. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Biomineral Dienkapsulasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Klasifikasi Limbah untuk Bahan Pakan Ternak. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Nugraha, E. dan F. Wildan. 2001. Teknik Penyimpanan pada Rumen Terhadap Perubahan Konsentrasi Asam Lemak Mudah Terbang (VFA. Temu Teknis Fungsional Peneliti. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Orden, E. A., Yamaki, K., Ichinohe, T., and Fujihara, T., 2000. Feeding value of ammoniated rice straw supplemented with rice bran in sheep: II. In Situ rumen degradation of untreated and ammonia treated rice straw. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13(7):906-912.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press, Jakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Shabi, Z., Arieli, A., Bruckental, I., Aharoni, A., Zamwel, S., Bor, A., and Tagari, H., 1998. Effect of the syncronization of the degradation of dietary crude protein and organic matter and feeding frequency on ruminal fermentation and flow of digesta in the abomasum of dairy cows. J. Dairy. Sci. 81:1991-2000. Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Animal Husbandry Project, Universitas Brawijaya, Malang.
Soetanto, H. 2007. Bahan Kuliah Nutrisi Ruminansia, Bab II Anatomi Saluran Pencernaan dan Bab IV Mikrobiologi Rumen. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas brawijaya. Malang.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan. Sumantri B. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2001. Sapi Potong. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Supriyadi. 2013. Macam Bahan Pakan Sapi dan Kandungan Gizinya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian DIY. Yogyakarta.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas peternakan Institut Pertanian, Bogor.
Suwandi. 1997. Peranan Mikroba Rumen pada ternak Ruminansia. Dalam : Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Bogor. hlm. 13-19.
Tilley, J. M. A dan R. A. Terry. 1963. A Two Stage Technique For The In Vitro Digestion of Forage Crops. Journal of British Grassland 18 : 104 – 111.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2th Ed Comstock Publishing Associates Advision of Corhell University Press. Ithaca, New York.
Widodo, F. Wahyono dan Sutrisno. 2012. Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, Produksi VFA dan NH3 Pakan Komplit dengan Level Jerami Padi Berbeda Secara In Vitro. Animal Agricultural Journal. 1 (1) : 215-230.




0 komentar:

INFO

loading...