info terkini

loading...

PEMERIKSAAN ANTE MORTEM DAN POS MORTEM PADA TERNAK


CIRI-CIRI HEWAN SEHAT

Dua tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan pemeriksaan pos mortem. Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan setelah hewan dipotong

1. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku

1. Pemeriksaan Perilaku .
Lakukan pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya 100%, cek kembali kondisi di lapangan.

1. Nafsu makan.
Hewan yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya berkurang atau bahkan hilang sama sekali

2. Cara bernafas.
Hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit.

3. Cara berjalan.
Hewan sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo, atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit.

4. Buang kotoran
Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran (feses) padat.

2. Pemeriksaan Fisik :

1. Suhu tubuh (temperatur)
Gunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer digital) atau sampai air raksa berhenti mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar antara 38,5 – 39,2oC.

2. Mata
Bola mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau cenderung putih (pucat).

3. Mulut
Bibir bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit.

4. Hidung
Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan.

5. Kulit dan Bulu
Bulu teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb. Bulu kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.

6. Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga , daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba bagian kulitnya dan temukan bentuk benjolan. Dalam keadaan normal tidak terlalu mencolok kelihatan. Apabila ada peradangan kemudian membengkak, tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran didaerah dimana kelenjar getah bening berada.

7. Daerah Anus
Bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus.

Hasil pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok yang lolos (sehat), tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit yang tidak berbahaya). Hewan yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan jangan dipotong. Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos bersyarat. Hewan dalam kelompok ini mendapat perhatian lebih dalam pemeriksaan pos mortem.


2. PEMERIKSAAN POS MORTEM
Setelah hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada bagian-bagian sbb :

1. Karkas
Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butiran-butiran menyerupai beras (beberasan – Bali), bercak-bercak pendarahan, lebam-lebam, berair dsb.

2. Paru-paru
Paru-paru sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-tepi yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau terlihat adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kuman tbc.

3. Jantung
Ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada bercak-bercak perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya.

4. Hati
Warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat beberapa bagian untuk mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati (Fasciola hepatica atau Fasciola gigantica – pada sapi), konsistensi rapuh atau mengeras.

5. Limpa
Ukuran limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat.

6. Ginjal
Kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris. Adanya benjolan, bercak-bercak pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui keadaan bagian dalamnya.

7. Lambung & Usus
Bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak ditemukan benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan.

Pemeriksaan pos mortem dilakukan secara hati-hati dan teliti. Diperlukan latihan dan ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali organ-organ dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb)

Hasil akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik (sakit / rusak ) dan baik sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi dengan menghilangkan bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus diafir semua organ / karkas yang rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut.


Ciri-ciri hewan sehat perlu diketahui, agar kita bisa mengkonsumsi produk daging yang sehat dan menyehatkan.

Pedoman seleksi hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi hewan:

1.     hewan yang jantan tidak dikastrasi/dikebiri, testis/buah zakar masih lengkap (2 buah) dengan bentuk dan letaknya simetris,

2.     hewan yang akan disembelih cukup umur, untuk kambing dan domba berumur lebih dari satu tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap, sapi dan kerbau berumur dua tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi tetap,

3.     hewan harus sehat dengan ciri-ciri :
a.     tidak cacat (pincang, mata buta/picak),
b.     telinga tidak rusak,
c.      bulu bersih dan mengkilap,
d.     lincah,
e.      muka cerah,
f.       nafsu makan baik,
g.     lubang kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan normal. 

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan hewan :

Tahap pertama, persiapan sebelum penyembelihan seperti tempat penyembelihan hendaknya terpisah dari sarana umum, tempat penjualan makanan dan minuman, serta dibuatkan lubang yang cukup (lebih dari satu meter) untuk menampung darah hasil penyembelihan,  kemudian peralatan yang digunakan memotong hendaknya tidak berkarat, diasah dengan tajam, bersih. Sedangkan hewan diistirahatkan atau dikarantina minimal 3 hari.

Tahap kedua dalam proses penyembelihan dilaksanakan pemeriksaan sebelum pemotongan (ante mortem) agar hanya hewan sehat yang dipotong dengan memperhatikan ciri-ciri sehat hewan qurban.

Tahap ketiga sebagai tahap penyembelihan yang dengan tata cara agama Islam disesuaikan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diantaranya membaca Basmallah (Bismillahirrahmaanirrahim) dan mengumandangkan takbir saat mulai penyembelihan, memutus jalan makanan (mari ), memutus dua urat nadi (wadajain), memutus jalan nafas (hulqum), hewan dipotong dengan sekali tekan/potong tanpa mengangkat pisau dari leher (namun kepala tidak langsung dipisahkan).

Tahap keempat, dilaksanakan pemeriksaan setelah penyembelihan (postmortem) yakni pemeriksaan organolepsis sebagai pemeriksaan terhadap bau, warna, konsistensi/kekenyalan daging. Untuk limpa normal ciri-cirinya kenyal tidak terjadi pembengkakan atau hancur. Selanjutnya bagi petugas penyembelihan dan pemotongan daging setelah bekerja harus membersihkan dirinya dan dilanjutkan dengan menggunakan larutan pemati kuman (desinfektan), begitu pula dengan alat-alat penyembelihan dibersihkan dengan sabun dan desinfektan. Sedangkan sisa-sisa penyembelihan dibuang, dibakar dan disucihamakan dengan baik.

Kita perlu menghindari mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang, serta meminta masyarakat segera melaporkan dan konsultasi dengan dokter atau puskesmas terdekat bila menemui kelainan atau gejala yang patut dihubungkan dengan penyakit Anthrax.

Ciri Hewan Sehat.
Ciri-ciri fisik dari hewan yang sehat biasanya bisa dikenali dari gerakannya yang lincah (gesit), bulu tidak kusam, mata bersinar, lubang alami (mulut, hidung, telinga dan anus) tidak mengeluarkan leleran atau darah, suhu tubuh normal (40 derajat Celcius). Sebaliknya hewan yang tidak sehat selain bisa dilihat dari gerakannya yang tidak gesit, bulunya terlihat kusam, mata sayu, mengeluarkan leleran atau darah dari lubang alami, suhu tubuhnya di atas 40 derajat Celsius.

 “Sampai saat ini penyakit antraks dan cacing hati masih mendominasi penyakit pada hewan. Untuk mengantisipasi hal itu di samping lebih teliti dalam memilih hewan yang akan disembelih, alangkah baiknya jika masyarakat meminimalkan kontaminasi dengan apa saja. Misalnya dengan menggantung hewan (kambing) yang sudah disembelih, mencuci pisau setiap kali mau digunakan serta menggunakan alas yang benar-benar bersih (tidak tercemar),” agar kualitas dagingnya bagus, hewan yang akan disembelih sebaiknya diistirahatkan.

Tabel Suhu Tubuh Normal Hewan Sehat
Nama Hewan
Suhu Rata-rata 0C
Kisaran 0C
Sapi
38,6
38,0 – 39,3
Domba
39,1
38,3 – 39,9
Kambing
39,9
38,7 – 40,7
Babi
39,2
38,9 – 39,8





Pengenalan terhadap hewan sehat dan lingkungannya sangat diperlukan, sehingga bila terjadi penyimpangan-penyimpangan segera dapat mengenalinya. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi adanya penyimpangan dari hewan sehat meliputi :

1. Pemeriksaan umum (inspeksi)

a. Inspeksi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti adanya kemungkinan hal-hal yang abnormal, seperti bau dan suara atau keadaan abnormal lainnya, tanpa menggunakan alat bantu.  Inspeksi dilakukan dari jauh dengan cara memperhatikan hewan dan keadaan sekitarnya (kandang) dan dari segala arah. Bila ternak menunjukkan sikap atau posisi abnormal, usahakan agar posisinya normal dan perhatikan apakah ternak mampu untuk berada pada posisi yang normal. Untuk dapi kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara tertentu, seperti ditarik tali hidungnya, digertak, sedikit dicambuk, dilipat ekornya atau kadang-kadang harus dibantu.

Perhatikan ekspresi muka/temperamen, kondisi tubuh, pernafasan (frekuensi, cara mengambil nafas, tipe pernafasan, ritme dan suara-suara abnormal yang terdengar) abdomen, posisi (berdiri atau berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh, pengeluaran-pengeluaran dan bau abnormal dari semua lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus, telinga, mata), adanya aksi-aksi atau suara-suara abnormal seperti batuk, bersin, ngorok, melenguh, menangis, faltus (kentut), eruktasi (glegeken), untuk ternak ruminansia, perhatikan pula ruminasinya.

b. Suhu
Suhu tubuh ternak perlu diketahui.  Sebelum mengukur suhu tubuh, kolom air raksa dalam termometer diturunkan terlebih dahulu, olesi ujung termometer dengan bahan pelicin yang tidak merangsang misalnya (vaselin). Masukkan ujung termometer dengan hati-hati ke lubang anus, bila ada hal yang meragukan misalnya (diduga ada radang lokal atau anus terlalu kendor), lakukanlah pada rongga mulut, hati-hati jangan sampai ujung termometer tergigit, pada cara ini hasilnya supaya ditambahkan 0,50C.

c. Selaput lendir mata
Perhatikan pula selaput lendir mata (conjunctiva). Geser ke atas kelopak mata atas dengan ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk dan sedikit ditekan, maka akan nampak selaput lendir mata. Lakukan pula pada kelopak mata yang bagian bawah. Bandingkan antara conjuctiva mata kanan dan kiri, apakah ada perbedaan. 

Selanjutnya usahakan melihat conjunctiva pada beberapa ekor ternak dan berbagai spesies untuk meyakinkan bagaimana warna konjungtiva normal. Pada waktu pemeriksaan konjungtiva, perhatikan apakah ada perubahan warna, apakah lebih basah atau lebih kering, apakah ada lesi, kotoran, bercak-bercak dan lain sebagainya. Bila ada perubahan apakah bilateral atau unilateral.

d. Selaput lendir hidung, mulut dan vulva.
Pemeriksaan selaput lendir hidung tidak selalu dapat dilakukan karena diantara ternak ada yang selaput hidungnya sempit atau selaput lendirnya berpigmen. Pada beberapa spesies, lesi pada selaput lendir, hidung, mulut dan vulva sering menjadi petunjuk untuk penyakit spesifik, oleh sebab itu pada waktu memeriksa selaput lendir, hal-hal tersebut perlu diingat.

e. Mata
Perhatikan konjungtiva mata apakah ada vasa injeksi atau lesi-lesi. Periksa pula bola mata dari sebelah muka dan samping supaya dapat dibedakan dimana letak lesi, apakah di cornea, atau di bagian sebelah belakangnya. Untuk pemeriksaan retina dan fundus dapat digunakan opthalmoskope.

2. Alat Pencernaan
Perhatikan nafsu makan dan minum, bila perlu coba berikan makanan dan minuman, apakah mau makan/minum. Perhatikan pula cara defekasi dan tinjanya, amati pada mulut, dubur dan kulit sekitar dubur, kaki belakang serta perut. Pada ruminansia perhatikan pula memamah biaknya atau ruminasi. Perhatikan kemungkinan adanya aksi atau pengeluaran yang abnormal yang berhubungan dengan alat pencernaan.

Abdomen, perhatikan perut sebelah kiri, bandingkan dengan sebelah kanan, simetriskah?. Perhatikan pula fossa sublumbalis.  Mulut,  bukalah mulut sapi dengan memegang tali hidung / cuping hidung dengan tangan krir, masukkan tangan kanan ke spasium interalveolare sehingga tangan dijilat-jilat. Paa kesempatan ini, peganglah lidah sapi dan tariklah ke samping hingga mulut terbuka, pergunakan kesempatan ini untuk melakukan inspeksi dan palpasi, bila perlu palpasi dilakukan sampai ke pharing dan pangkal esophagus. Perhatikan perubahan-perubahan warna, lesi, benda asing atau anomali lain yang mungkin terjadi pada mukosa mulut, lidah, gusi, pharyng, gigi geligi dan perhatikan bau mulutnya. Raba pharing dari sebelah luar saja, jangan lupa untuk meraba limpoglandulae mandibularis.

Esophagus, perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang aructasi, regusgutasi atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan pula palpasi dari luar. Perhatikan kemungkinan adanya benda asing atau sumbatan pada esophagus.  Ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. 

Ukur dan beri tanda batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin lain yang  tidak merangsang dan aman. Buka mulut sedikit dan masukkan ujung tersebut kedalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan zonde ditelan. Pada keadaan normal, zonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang telah ditentukan tadi. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan, maka zonde akan berhenti atau sukar didorong masuk (jangan dipaksakan).

Rumen, lakukan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi (dengan tinju), auskultasi, perkusi dan eksplorasi rektal. Bandingkan abdomen kiri dengan kanan, perhatikan fossa sublumbalis pada waktu inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung frekuensi gerak per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen). Usahakan untuk melakukannya pada sapi lainnya agar dapat mengira-ira atau merasakan bagaimana tonus yang normal. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri. Tarik 2 garis bayangan yang membagi dinding perut sebelah kiri menjadi sepertiga bagian atas, sepertiga bagian tengah dan sepertiga bagian bawah. Perhatikan suara pukulan atau resonansi masing-masing bagian. Untuk melakukan eksplorasi rektal, kuku harus pendek/tumpul.

Basahi atau olesi tangan dengan pelicin yang tidak merangsang. Dengan jari-jari tangan yang dikuncupkan, masukkan tangan pelan-pelan menerobos tekanan dari spinther ani (boleh agar dipaksakan), setelah melewati sphinter jari-jari agak dikepalkan dan bila masih ada peristaltik di dalam rektum, tunggu dulu sampai kendor, baru tangan didorong ke depan. Bila rektum berisi tinja, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Anggaplah rektum ini sekedar sebagai sarung tangan. Raba dinding rumen sebelah kanan, pada keadaan normal dinding itu tidak akan melampaui bidang median (linea alba).

Reticulum, lakukan auskultasi pada sambungan costoshondral rusuk ke 7 sebelah kiri, perhatikan suara aliran ingesta cair dari reticulum ke rumen dan sebaliknya. Ambil sepotong bambu atau kayu yang cukup kuat dan cukup panjang, letakkan dibawah procesus xiphoideus dengan cara dipegangi oleh 2 orang di sebelah kiri dan kanan sapi.

Pemegang yang sebelah disuruh bertahan, dan yang lain mengangkat ujung bambu atau kayu sbelahnya sehingga proc xiphoideus tertekan. Bila adan reticulitis, maka sapi akan melenguh kesakitan. Reaksi semacam ini juga akan diperoleh jika kulit diatas proc spinosus sebelah dorsal proc xiphoideus dicukit atau ditarik. Untuk mengetahui adanya logam yang mungkin ada dalam reticulum, dapat dilacak dengan metal detektor. Omasum dan abomasum

Omasum praktis tidak dapat diperiksa secara fisik, hal ini disebabkan karena letak anatomiknya yang tidak dapat dijangkau. Sehingga diagnosa hanya dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung). Sebagian dinding abomasum menempel pada dinding perut bawah sebelah kanan belakang dari proc xyphoideus. Lakukan perkusi di daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi atau pekak bila terjadi impaction. Coba tekan keras-keras dengan tinju pada daerah yang sama, bila terjadi gastritis akan terasa nyeri dan sapi akan melenguh kesakitan dan mungkin menggeretakkan gigi (kerot = Jawa).  

Kerot terjadi pada peristiwa abomasitis terutama pada waktu gerakan berbaring atau berdiri.  Lakukan asukultasi dan perkusi pada dinding perut sebelah kiri setengah bagian muka, ¾ bagian bawah daerah rumen. Bila sapi menderita diaplasia abomasum pada perkusi akan terdengar suara nyaring dan bila diauskultasi terdengar suara peristaltik yang melengking. Pada peristiwa ini abdomen sebelah kiri juga nampak distensi.

Usus, rectum dan anus. Lakukan asukultasi di daerah abdomen sebelah kanan. Dengarkan peristaltik usus dengan baik, bagaimana kekuatan peristaltik pada hewan yang normal, lakukan pula pada beberapa ekor sapi lain. Dengan membiasakan diri secara ini akan dapat membedakan apakah persitaltik kekuatannya normal, lebih kuat atau lemah. Gabungkan hasil auskultasi ini dengan pemeriksaan feses, suhu tubuh dan pemeriksaan umum, maka akan diperoleh gambaran keadaan usus. Untuk memeriksa rektum, lakukan palpasi dengan eksplorasi rektal, sedangkan anus cukup diinspeksi dan palpasi dari luar.

3. Alat pernafasan.
Perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran-pengeluaran yang abnormal seperti batuk, bersin, cegukan. Perhatikan frekuensi, ritme dan tipe nafas dan perbandingan frekuensi nafas dengan pulsus. Perhatikan kelainan-kelainan pada organ lain yang menunjang diagnosa alat pernafasan seperti conjunctiva, suhu tubuh, nafsu makan dan produksi susu.

Hidung. Perhatikan leleran yang keluar dari hidung dan adanya lesi-lesi dalam rongga hidung. Raba suhu lokal dengan menempelkan punggung jari tangan pada dinding luar hidung. Perhatikan cermin hidung, normalnya selalu basah dan tidak panas.

Pharing, laring dan trachea. Lakukan palpasi dari luar, perhatikan kemungkinan adanya reaksi batuk dan suhunya. Perhatikan glg regional terutama submandibularis baik konsistensi maupun besarnya.

Rongga dada. Lakukan perkusi di daerah rongga dada dengan pelksor dan pleksimeter dan lakukan auskultasi dan perahatikan kemungkinan terjadinya perluasan daerah perkusi, pada keadaan normal warna suaranya sama dengan bronchus, tetapi dapat juga terganggu oleh rasa nyeri pada pleura, oedema subcutis dan crepitasi.

4. Alat peredaran darah.
Gangguan peredaran  darah yang kemungkinan dapat diderita oleh ternak meliputi anemia, sianosis, dyspnoe, oedema, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi dan sikap atau tingkah laku hewan.

Nadi. Diperiksa dengan menghitung frekuensi denyut nadi juga ritme dan kualitasnya Jantung. Kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Perhatikan frekuensi, ritme, kualitas dan kekuatan daerah pekak jantung. Perhatikan apakah terjadi peningkatan kekuatan debar jantung, apakah detak jantung dapat terdengar tanpa stetostkop, apakah teraba/tampak debar jantung pada dinding dada kanan, apakah terjadi percepatan detak jantung. Juga dengan perkusi, apakah ada pelebaran daerah pekak jantung.

Dengan auskultasi, dengarkan suara detak jantung dan hitung frekuensinya, lakukan bersama-sama pemeriksaan pulsus, perhatikan apakah detak jantung sinkron dengan pulsus, serta perhatikan ritmenya. Perhatikan perbedaan suara I (sistole) dan II (diastole). Perhatikan kemungkinan adanya perubahan kekuatan detak jantung, sura I dan II tidak dapat dibedakan, dan dupliksi suara I. Perhatikan pula kemungkinan adanya suara tambahan (bising) baik berasal dari endocardium (bising endocardial) maupun yang berasal dari pericardium (bising pericardial).

Vena. Vena jugularis pada hewan besar cukup diperiksa dalam keadaan berdiri, perhatikan kemungkinan adanya pulsus venosus tampak berupa pembesaran vena, aliran/desakan darah kembali ke sebelah atas yang biasanya melampaui daerah leher 1/3 bawah. Coba tekan pada batas antara daerah 1/3 tengah dan 1/3 bawah leher, apakah sebelah atas bagian yang ditekan tetap ada gerakan dari vena.

5.  Sistem getah bening.
Pemeriksaan klinik praktis hanya dapat dilakukan pada saluran lymphe dan kelenjar getah bening (lgl) yang letaknya superfisial, pada keadaan normal lgl dapat diraba, pada keadaan radang atau pembengkakan dapat diraba lebih jelas dan beberapa diantaranya dapat dilakukan inspeksi, demikian pula pembuluh lumfe dengan klep-klepnya.

Pada waktu memeriksa, perhatikan perbedaan bentuk diantara spesies, perbedaannya bila mengalami radang akut (bengkak, panas, nyeri, abses) dan tumbuh ganda (tidak nyeri). Pada sapi lgl yang dapat diraba adalah lgl submaxilaris, parotidea dan retropharyngealis (tekan kedua ujung jari tangan kanan dan kiri ke atas pharyng) dan pada sapi betina dapat diraba lgl supramamaria. Pembengkakan lgl kemungkinan disebabkan karena adanya penyakit menular ( lekosis, tuberkulosis).

6. Glandula mammae.
Cuci glandula mammae bersih-bersih. Lakukan inspeksi dari muka, belakang dan samping. Pada keadaan normal glandula mammae kanan dan kiri simetris, tetapi tidak antara muka dan belakang. Perahtikan apakah ada tanda-tanda radang (kemerahan, bengkak, nekrosis). Lakukan palpasi, perhatikan suhu dan reaksi terhadap rabaan (rasa nyeri). Ambil contoh air susu, lakukan pemeriksaan uji lapangan. Biasakan mengambil contoh dari sebelah kanan, sehingga cawan-cawan dari peddle dapat diurutkan nomornya sebagai berikut :

A          = kanan depan                       C          =kiri depan
B          = kanan  belakang                 D         =kiri belakang

a.     Strip cup test.
Dengan cawan petri yang alas sebelah bawahnya dicat hitam, teteskan susu langsung dari puting. Bila ada jonjot-jonjot akan nampak jelas. Lakukan terhadap semua quarter.

a.     White side test
Ambil 4 cawan atau nampan yang bercawan empat. Perah masing-masing puting pada cawan tersebut sebanyak 5 ml, teteskan pada masing-masing cawan NaOh 4% (1N) sebanyak 1 ml (jumlahnya dapat berbeda. Asal perbandingan 5 :1). Gerak-gerakkan atau memutar-mutar, pada mastitis akan terdapat jonjot-jonjot, bentukan-bentukan seperti benang atau mengental (viscous).

Olesi lubang luar puting dengan spiritus dilutus (atau antiseptik yang lain). Ambil 4 tabung steril dengan tutup steril yang telah diberi nomor sapi dan nomor puting. Masukkan perahan keempat secukupnya, tutup kembali secara steril. Masukkan dalam termos yang berisi es yang terbungkus kantong plastik (termos dapat diganti dengan kotak/boks gabus sistesis). Kirimkan ke laboratorium untuk pemeriksaan tertentu. Kosongkan semua kuartir, setelah benar-benar kosong, lakukan palpasi sekali lagi. Perhatikan perbedaan jaringan yang sehat dengan yang mengalami radang atau penebalan pengerasan (indurasi). Raba lgl mammaria.

7. Sistema locomotio (anggota gerak)
Perhatikan apakah hewan sukar berdiri, sukar jongkok (berbaring), pincang, ada kekakuan, annggota gerak sukar atau tidak dapat digerakkan. 

Musculi (otot). Bandingkan kaki kanan dan kiri, apakah ada perbedaan besar oto, perbedaan contour dan palpasi apakah ada perbedaan ukuran, suhu, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Dari isnpeksi dan palpasi bila ditemui adanya atropi otot lalu dicari penyebabnya (gangguan umum, saraf, persendian, tulang, teracak). Bila ada myositis apakah merupakan radang lokal atau sebab umum atau spesifik (azoturia pada kuda, blackleg pada sapi/kerbau).

Tulang. Perhatikan apakah kaki bengkok, ada pembesaran epiphyse tulang-tulang panjang, jendolan pada sambungan costochondral (pada rachitis), adanya pembengkakan pada persendian dan pembengkakan pada tulang maxilla mandibula. Coba gerak-gerakkan apakah ada rasa nyeri atau mungkin crepitasi (pada fraktur).  Perhatikan foto rontgen tulang, makin padat suatu jaringan, makin putih warnya. Makin longgar (makin banyak udara), maka makin hitam.

Persendian. Perhatikan apakah hewan pincang, ada pembengkakan pada persendian, lakukan palpasi : apakah ada penebalan, cairan kemudian gerak-gerakkan, apakah ada rasa nyeri atau kekakuan persendian.

Teracak. Perhatikan apakah ada pinang tumpu, apakah beban berat dipindahkan ke kaki lainnya, apakah ada lesi (pada corona, interdigiti, bola tanduk, telapak), apakah ada belatung atau lalat. Raba arteri digitalis, apakah teraba lebih kuat (jelas), apakah suhunya naik. Ambil visiter tang, jepitkan pada teracak yang tidak tersangka dahulu, kemudian baru pada yang tersangka sakit. Bersihkan teracak yang tersangka sakit, cuci dengan air dan kapas, bersihkan bagian-bagian yang busuk, cari dan perhatikan lesinya, mungkin terjadi laminitis, kemudian cari penyebabnya (dari anamnesa dan pemeriksaan umum : indigesti, retensi secundarium, toxaemia dll).

8. Organa uropetica
Perhatikan sikap normal pada waktu hewan kencing, perhatikan perbedaan kebiasaan pada berbagai spesies dan pada kelamin jantan betina. Perhatikan sikap-sikap abnormal (mengejang, membungkuk), perhatikan air seni (kemih) yang keluar, warnanya, baunya dan anomal (darah, jonjot, kekeruhan dll). Vesica urinaria (kandung kencing) dapat diperiksa dengan pemeriksaan rectal. Ambil air kencing dengan menekan vesica urinaria dan tampung dalam tabung reaksi untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium (untuk uji minimal yaitu pH, protein dan endapan).

9. Sistem syaraf
Perhatikan sikap hewan ternak yang berkaitan dengan sistem syaraf, meliputi ekspresi muka yang tegang, eksitasi, acuh tak acuh, tampak bodoh, kejang, paralisa, peka cahaya, mudah terkejut, tanda-tanda kurang (tidak dapat melihat) dll. Perhatikan fungsi inervasi syaraf otak :

Syaraf I (Nervus olfactorius). Coba dekatkan ikan, daging dll pada carnifora atau rumput pada herbifora yang merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat bahwa ada orang yang membawa makanan. Lihat reaksinya.
Syaraf II (Nervus opticus). Bawa hewan naik turun trap/rintangan, coba gerakkan jari telunjuk di muka matanya, perhatikan apakah hewan mengikuti arah gerak jari. Periksa bola mata, cari penyebab gangguan penglihatan dan apakah ada pembengkakan fundus.

Syaraf III (Nervus  occulomotorius). Perhatikan gerakan palpebrae mata, pupil dan bola mata. Untuk pemeriksaan pupil, tutup salah satu mata, buka cepat-cepat, bagaimana reksinya terhadap sinar.

Syaraf IV (Nervus trochlearis). Perhatikan gerakan bola mata.

Syaraf V (Nervus trigeminus) yang fungsinya adalah sensorik, motorik dan secretorik. Lakukan rangsangan dan lihat reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata, perhatikan adanya sekresi saliva dan lacrimasi, diperaestehesi, paralysa, mastikasi  dan jumlah sekresi apakah berlebihan atau berkurang.

Syaraf VI (Nervus abducens). Bersama N III dan N IV dalam pergerakan bola mata.

Syaraf VIII (Nervus auditorius). Perhatikan, apakah hewan miring sebelah, sempoyongan (tidak dapat mempertahankan keseimbangan).Periksa lubang telinga ambil kerikan/apus periksa fisik dan mikroskopik, periksa denganlampu (pen light) atau stetockope, periksa adanya radang. Perhatikan bau yangkhas, bila ada runtuhan yang membusuk pada otitis eksterna.

Syaraf IX (Nervus glossopharyngeus), perhatikan apakah ada gangguan menelan.

Syaraf X (Nervus Vagus), distribusinya adalah pharing, palatus mollus, pita suara, trachea, larung, bronchus, esophagus, abdomen, intestinum. Kerja nervus vagus sebagai motorik dan sensorik. Paa jantung berjanya sebagai inhibitor. Jantung akan berdetak lebih epat, peristaltik usus berkurang atau hilang.

Syaraf Perifeer. Perhatikan aktivitas otot, coba rangsang dengan meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan jari atau arteri klem atau pinsep chirurgik.

10. Reflek. Ambil lidi yang ujungnya dibalut dengan kapas, sentuhlah :

1.      
a.     Conjunctiva dan cornea, untuk serabut sensorik dari cabang opthalmicus dan cabang maxillaris syaraf cranial V).
b.     Reflek pupil, lakukan dengan menutup salah satu mata, buka dan lihat kecepatan reaksinya (Nervus optic : sensorik, Nervus occulomotorius : motorik).
c.      Reflek perineal : sentuh perineus, perhatikan reaksi reflek syaraf spinal.
d.     Reflek pedal : sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kai/interdigiti, perhatikan reaksinya.
e.      Reflek profundal, sangga paha dan pukul ligamentum patella mediale (lutut), apabila reflek bagus, maka otot paha akan kontraksi mendadak.
f.       Reflek organik.
                                               i.            Reflek menelan (koordinasi neuromusculer di daerah pharyng dan esophagus). Gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan strichnin, paralysis N XII dan N X).
                                                     ii.            Reflek respirasi (pusat reflek di media oblongata, otak, medulla spinalis daerah thorax).
                                                  iii.            Reflek defekasi (syaraf yang mengintervensi sphincter ani).

Daftar Kondisi Fisik Hewan Sehat

Spesies
Frekuensi Nafas/menit
Frekuensi pulsus/menit
Suhu (0C)
Frekuensi gerak rumen/ 5 menit
Sapi
20-42
54-84
37,6-39,2
5-10
Kuda
14-48
36-48
37,0-39,5

Kerbau
24-29
64-80
37,6-39,0
5-8
Domba
26-32
63-90
38,0-40,0
5-10
Kambing
26-54
70-104
39,0-39,9
5-10
Babi
30-54
72-104
37,4-38,4

Anjing
24-42
76-148
37,8-39,5

Kucing
26-48
92-150
37,6-39,4

Ayam
18-78
150-200
40,3-43,0

Itik
18-72
126-200
40,0-42,4


Data merupakan hasil pengamatan Surono dkk. Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.

0 komentar:

INFO

loading...