Gambaran nasib peternak broiler
Para peternak ayam terancam rugi pasar. Hal ini lantaran harga ayam broiler saat ini ambruk. Situasi sendiri semakin sulit lantaran, pasokan yang melimpah dan permintaan yang terus berkurang mengakibatkan harganya terus merosot. Di level peternak, harga ayam bahkan hanya berada di kisaran Rp. 10.000 per kilogramnya.
Salah seorang peternak di Desa Putat, Kecamatan Patuk, Harsono mengaku saat ini terus dilanda kebingungan. Walaupun jika dilihat hasil panen sebetulnya cukup bagus di mana angka kematian minim dan berat ayam memadai. Namun akhirnya justru menjadi ironis, karena permintaan di pasaran sangat minim. Hal ini berimbas pada harga daging ayam yang terus anjlok. Hal ini tentu membuatnya terancam menderita kerugian yang cukup besar.
Harsono sendiri mengelola tiga kandang. Dua diantaranya panen tiga hari yang lalu, sedangkan satu kandang lagi ayamnya baru berumur delapan hari.
“Saya ikut perusahaan atau plasma, hasilnya dapat dari prestasi ayam hidup dan harga di pasaran. Kalau keadaan seperti ini, kita bingung juga,” ujar dia, Senin (06/04/2020).
Harsono mengungkapkan, ia akan mendapatkan penghasilan dari selisih harga yang didapatkan di pasaran. Namun dengan kenyataan yang saat ini terjadi, ia harus menghisap jari. Harga di pasaran anjlok membuat bonus tersebut tidak bisa diraih. Ia mengaku kasihan dengan perusahaan yang bermitra dengan dirinya karena mengalami kerugian cukup besar.
Senada dengan Harsono, peternak ayam lainnya, Linangkung warga Desa Bunder, Kecamatan Patuk juga mengeluhkan hal serupa. Ia yang selama ini menjadi peternak mandiri mengalami kerugian cukup besar. Meskipun hanya memelihara ratusan ayam, namun ia mengaku merugi karena saat ini harga pakan justru naik.
“Tobat. Bagaimana tidak merugi wong kayak gini, masak harganya Rp 10.000 per kilogramnya. Normalnya Rp 18.000 ribu baru impas,” keluhnya, saat dikonfirmasi pidjar.com.
Ia pun memilih untuk mengolah ayam-ayam miliknya dan menjual setelah digiling dan dibuat butiran bakso.
“Harus putar otak biar meruginya tidak teralu dalam,” imbuh dia.
Tak hanya di level peternak, di level pengecer pun daging ayam juga mengalami penurunan. Yang tadinya pada kisaran Rp. 32.000,- per kilogram, saat ini hanya menyentuh Rp. 26.000,-.
Salah satu pedagang di Pasar Argosari Wonosari, Mukiyem warga Winong, Siraman, Wonosari mengatakan, harga ayam sendiri terus menurun setiap harinya. Penurunan harga ini sudah terjadi dari tengkulak.
“Meski harganya cukup murah, tapi pembeli sangat sepi,” jelas Mukiyem.
Alhasil keadaan semacam ini membuatnya juga harus mengalami penurunan omset. Jika dalam satu hari biasanya ia mampu menjual sebanyak 150 kilogram, namun kini hanya puluhan kilogram yang ia jual.
“Banyak warung-warung makan yang tutup, sekarang bisa laku 100 kilogram saja sudah maksimal,” imbuhnya.
Penurunan jumlah pembelian dan anjloknya harga ayam di level pengecer menurutnya dipengaruhi oleh Pandemi Covid19. Di mana saat ini masyarakat tengah menjauhi kerumunan untuk memutus rantai penyebaran virus yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya itu.
“Sudah setengah bulan belakangan ini jualan sepi,” sambung Mukiyem.
Terpisah Kepala Bidang Perdagangan Kabupaten Gunungkidul, Yuniarti Ekoningsih memaparkan, penurunan permintaan ayam potong ini cukup berpengaruh terhadap harganya. Bahkan saat ini ada para peternak menjual dengan harga Rp. 8ribu sampai Rp. 10ribu per ekor.
“Harganya sudah seminggu menurun karena permintaan berkurang,” tukas Yuni.
0 komentar: