DAFTAR NEGATIF
Bahan-bahan yang tidak layak digunakan untuk pakan ternak :
1. Kulit kacang tanah;
2. Sekam padi;
3. Urea;
4. Protein dan lemak asal hewani;
5. Bungkil kelapa sawit.
KENAPA?
Nomor 1 & 2 : Kulit Kacang Tanah dan Sekam.
Kadar serat kasar (selulosa, hemi selulosa) dan serat sangat kasarnya (lignin) ketinggian, >70%. Pada hal lambung ternak ruminansia mampunya mencerna secara efisien maksimum 25%.
Sebaliknya, TDN-nya sangat rendah, -/+ 21%. Pada hal TDN pakan ternak seyogyanya minimum 60%.
Walau pun sudah digiling jadi tepung pun dan difermentasi tertutup pun selama waktu minimum 4 minggu, tetap saja kadar serat kasar dan serat sangat kasarnya masih sangat ketinggian.
Sebagai perbandingan, jerami yang konon berkualitas rendah, tapi masih layak pakai, daya cernanya masih perlu waktu lama. Sejak masuk mulut sampai jadi kotoran, perlu waktu 5-12 hari. Sedangkan rumput Gajah, hanya perlu waktu 1-3 hari.
Kedua bahan baku tsb (kulit kacang tanah dan sekam) cocoknya untuk bahan bakar biomassa.
Nomor 3 : Urea.
Secara alamiah, ruminansia bisa menghasilkan urea sendiri di dalam lambungnya, dalam jumlah cukup sesuai kebutuhannya. Kalau kadar ureanya berlebih, justru bisa menyebabkan keracunan, uremia.
Urea industri itu Non Protein Nitrogen (NPN), seperti cinta palsu. Masak cinta palsu kau diberikan kepada kekasih mu, ternak rumunansia?
Nomor 4 : Protein dan Lemak Hewani.
Ternak ruminansia kodratnya adalah pemakan tumbuhan/nabati (serat). Kalau bahan baku asal hewani diberikan ke ternak ruminansia, menyalahi kodratnya. Secara enzimatis, lambung ternak ruminansia hanya untuk sumber bahan baku yang berasal dari nabati, terutama untur serat.
Kalau toh membutuhkan bahan baku sumber protein dan lemak asal nabati yang bagus, kadar protein dan TDN tinggi, masih banyak pilihan.
Lebih-lebih bahan baku pakan hewani yang berasal dari sapi (MBM = Meat & Bone Meal), ada resiko terjadi penularan penyakit secara massal (mad cow = sapi gila, mulut dan kuku dll). Bahkan ada larangan dalam undang-undang kesehatan hewan. Kalau dilanggar masuk ranah pidana.
Nomor 5 : Bungkil kelapa sawit.
Yang jadi masalah adalah tempurungnya kelapa sawit, sama sekali tidak bisa dicerna oleh ternak ruminansia sekalipun. Pecahan tempurung sawit akibat digiling, bentuknya tidak beraturan dan ada yang tajam, setajam pecahan kaca. Bila digiling semakin lembut, justru semakin tajam. Bisa melukai epitel mukosa saluran cerna, menyebabkan iritasi. Dengan adanya iritasi, maka membuka terjadinya infeksi sekunder oleh kuman patogen, menyebabkan necrotic enteritis.
Menurut Profesor Doktor Nahrowi, dosen ilmu makanan ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sampai saat ini belum ada cara dan atau teknologi skala industri untuk memisahkan tempurung kelapa sawit. Kalau skala laboratorium, bisa saja memisahkan tempurung kelapa dari bungkil sawit.
Kecuali bila suatu saat sudah ditemukan teknologi yang bisa memisahkan tempurung kelapa sawit dari bungkil sawit, baru bisa digunakan secara massal untuk bahan baku pakan ternak dan unggas.
Dan, dengan cerita tsb di atas, tentu ada pihak-pihak yang tidak senang. Saya minta maaf bahwa saya tidak bisa menyenangkan semua orang. Tapi keberpihakan saya jelas-jelas kepada teman-teman peternak ruminansia, terutama yang skala kecil. Untuk perusahaan peternakan skala besar, skala industri, sudah bisa memikirkan sendiri apa yang baik dan tidak baik bagi usahanya.
Catatan :
1. Cerita tsb di atas saya tujukan bagi teman-teman peternak ruminanasi, terutama yang skala kecil agar menjadi paham dan tidak mudah "diblithuk" (ditipu). Bila ada peternak skala kecil kena PHP, di titik itu saya sangat sedih.
2. Dengan menghindari penggunaan bahan baku dalam daftar negatif, masih banyak pilihan bahan baku lain yang bisa digunakan. Justru bisa menghasilkan pakan komplet dengan kualitas yang lebih baik. Itu lah keunggulan utama beternak ruminansia, tersedia banyak alternatif bahan baku pakan.
Itu cerita ku. Mana cerita mu?
Sumber
https://m.facebook.com/groups/1265732983560255?view=permalink&id=1552670194866531
0 komentar: